REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Puluhan orang di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, memilih mengungsi di balai desa akibat banjir bandang yang terjadi pada Senin (12/10). Mereka masih takut kembali ke rumahnya.
Salah seorang warga yang masih mengungsi, Lilis (50 tahun) mengatakan, sejak kejadian banjir bandang pada Senin lalu telah mengevakuasi diri ke tempat pengungsian. Aparat desa juga menginstruksikan warga untuk evakuasi. "Waktu itu air sudah 30 sentimeter. Memang dari Senin sudah surut, tapi masih takut pulang," kata dia, Rabu (14/10).
Menurut dia, sejak dua hari ke belakangan, hujan masih sering terjadi di wilayah itu. Karenanya, warga khususnya para perempuan dan anak diungsikan hingga kondisi cuaca lebih baik.
Di tempat pengungsian itu, para perempuan dan anak tidur di balai desa dengan berhimpitan. Sementara para lelaki melakukan ronda di wilayah permukiman yang berjarak sekira dua kilometer dari tempat pengungsian.
Salah seorang wargaainnya, Nia (51) mengaku masih takut kembali ke rumahnya. Sebab, selain sering terjadi banjir, menurut dia, di wilayah itu juga sering terjadi longsor. "Memang setiap tahun di sini banjir, tapi sekarang paling parah," kata dia.
Ia menginginkan, pemerintah setempat melakukan relokasi rumah warga. Sebab, ia menambahkan, warga sudah bosan dan khawatir dengan bencana yang sering terjadi.
Kepala Posko Pengungsian di Desa Sagara, Ajat Sudrajat mengatakan, terdapat 60 rumah yang terdampak banjir pada Senin pagi. Namun, untuk mengantisipasi kejadian yang tak diinginkan, seluruh warga di kampung itu dievakuasi ke tempat yang lebih aman. "Masyarakat kita tetap evakuasi semua. Belum tahu sampai kapan. Sampai kondisi aman saja," kata dia.
Warga mengatakan mereka mau saja direlokasi. Karena daerah tersebut memang daerah rawan bencana. "Selain banjir, di sini juga sering terjadi longsor. Masyarakat juga umumnya sudah mau untuk direlokasi," ujarnya.
Junlah warga yang mengungnus saat ini ada 157 KK atau sekira 300 jiwa warga. Namun, yang tidur di lokasi pengungsian hanya perempuan dan anak-anak.
Ketika Republika mendatangi lokasi pengungsian, terdapat relawan yang sedang melakukan pemulihan trauma (trauma healing) kepada anak-anak yang terdampak bencana. Anak-anak itu terlihat riang mengikuti instruksi relawan melakukan permainan.
Menurut Ajat, kebutuhan yang masih diperlukan para warga adalah selimut dan logistik makanan. Sebab, warga dinilai belum bisa kembali beraktivitas dengan normal.