REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengatakan negaranya akan melanjutkan operasi militer untuk membebaskan wilayah Nagorno-Karabakh. Pernyataan ini dilaporkan kantor berita Rusia, Interfax, Rabu (12/10).
Azerbaijan dan Armenia saling tuding pelanggaran gencatan senjata yang ditengahi Rusia, Sabtu (10/10) lalu. Organisasi kemanusiaan memperingatkan konflik lama yang pecah lagi tahun ini dapat menimbulkan krisis kemanusiaan.
Gencatan senjata yang dimoderatori Rusia itu rusak walaupun pemimpin-pemimpin negara di seluruh dunia sudah meminta kedua belah pihak menahan diri. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mendesak Armenia dan Azerbaijan memenuhi gencatan senjata.
Nagorno-Karabakh secara administratif masuk Azerbaijan tapi mayoritas penduduknya etnis Armenia. Azerbaijan menuduh Armenia 'melanggar gencatan senjata kemanusiaan dengan cara yang menjijikkan'. Perjanjian gencatan senjata yang bertujuan agar kedua belah pihak dapat tukar tahanan dan jenazah yang tewas terbunuh.
Turki yang bukan anggota komite Minsk Group berusaha terlibat dalam konflik ini. Komite yang berisi Amerika Serikat (AS), Rusia, dan Prancis itu diharapkan dapat menjadi penengah dalam konflik Armenia-Azerbaijan.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan syarat gencatan senjata 'masuk akal'. Ia meminta masyarakat internasional untuk mendorong Armenia mundur dari wilayah Azerbaijan. "Sayangnya hal seperti itu tidak dilakukan," kata Cavusoglu.
Politisi terkenal Turki yang mendukung partai pemerintah AKP, Devlet Bahceli menggunakan nada yang lebih keras lagi. Ia mendukung Azerbaijan untuk mengamankan wilayah mereka di Nagorno-Karabakh dengan 'memukul kepala Armenia berulang kali'.
Kandidat presiden AS dari Partai Demokrat Joe Biden mengatakan sangat prihatin dengan 'runtuhnya' gencatan senjata di Nagorno-Karabakh. Saingan Donald Trump di pemilu 3 November mendatang itu mengatakan kegagalan gencatan senjata disebabkan pasifnya pemerintahan Trump dalam konflik tersebut.
"Daripada mendelegasikan diplomasi ke Moskow, pemerintah harus lebih banyak terlibat, hingga tingkat tertinggi," kata Biden dalam pernyataannya.