Rabu 14 Oct 2020 17:33 WIB

Raja Thailand Didemo, Loyalis Membela

Iring-iringan motor kerajaan sempat diteriaki demonstran.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
 Pengunjuk rasa pro-demokrasi Thailand (ilustrasi).
Foto: AP/Gemunu Amarasinghe
Pengunjuk rasa pro-demokrasi Thailand (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pengunjuk rasa anti-pemerintah Thailand dan pendukung Raja Maha Vajiralongkorn menggelar dua demonstrasi tandingan di ibukota Bangkok. Dua demonstrasi itu digelar di sisi jalan yang berseberangan.

Beberapa ratus pengunjuk rasa di Monumen Demokrasi mendesak mantan pemimpin Junta Prayuth Chan-ocha mundur dari jabatan perdana menteri. Para pengunjuk rasa melakukan hormat tiga jari yang menjadi simbol gerakan pro-demokrasi.

Baca Juga

Hanya berjarak beberapa puluh meter dari sana, ratusan loyalis berkerumun bersama pasukan keamanan. Semuanya memakai pakaian kuning-kuning yang menjadi warna kerajaan Thailand.

Walaupun sempat terjadi aksi saling dorong tapi kedua belah pihak tetap berada di tempat masing-masing. Tapi dua aksi ini memicu kekhawatiran sebab sejak tahun 2014 lalu Thailand memiliki sejarah panjang kekerasan antara pendukung dan oposisi pemerintah berkuasa usai kudeta.

Ketua kelompok loyalis Buddha Issara mengatakan pengunjuk rasa anti-pemerintah dapat menuntut demokrasi. Tapi tidak boleh meminta reformasi monarki. Sesuatu yang menurutnya sudah final.

"Mereka seharusnya tidak menyentuh institusi itu, kami juga tidak menerima cemoohan atau hormat tiga atau empat jari setiap ada iring-iringan bermotor keluarga kerajaan," katanya, Rabu (14/10).  

Dalam unjuk rasa ini para demonstran membuat tantangan langsung ke raja yang jarang terjadi sebelumnya. Mereka meneriaki iring-iringan bermotor raja, memprotes penangkapan 21 aktivis.

Polisi mengatakan para aktivis itu ditahan karena mengganggu ketertiban umum. Unjuk rasa tahun ini menjadi tantangan terberat pemerintah Thailand yang dikuasai oleh tentara dan kerajaan.

"Kami di luar sini untuk berjuang, dengan menghormati semua orang serta monarki, kami di luar sini untuk menyerukan reformasi institusi untuk negeri yang lebih baik," kata ketua pengunjuk rasa anti-pemerintah Anon Nampa dalam orasinya.

Juru bicara pemerintah Anucha Burapachaisri mengatakan pemerintah sudah meminta polisi menghindari konfrontasi yang tidak perlu. Polisi mengatakan mereka mengerahkan 15 ribu pasukan untuk menjaga keamanan.

Kerajaan Thailand belum menjawab permintaan komentar mengenai unjuk rasa dan tuntutan mereka. Demonstran pro-kerajaan biasanya lebih kecil dibandingkan pengunjuk rasa anti-pemerintah terutama dalam demonstrasi bulan September lalu.

Namun unjuk rasa Rabu ini jumlah pengunjuk rasa pro-kerajaan lebih besar dibanding anti-pemerintah. Para pendukung pemerintah menumpang truk-truk yang dihias oleh bendera Thailand dan foto raja.

"Penguasa di Thailand memainkan permainan berbahaya dengan memobilisasi pasukan keamanan dan kelompok ultra-royalis untuk menghadapi demonstran pro-demokrasi," kata profesor hukum Thammasat University, Prajak Kongkirati.

Demonstran pro-demokrasi meminta wewenang raja terhadap konstitusi dikekang. Mereka juga mendesak agar raja mengembalikan kekuasaan atas sejumlah unit tentara dan kekayaan kerajaan senilai puluhan miliar dolar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement