REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan negaranya tidak menyetujui posisi Turki dalam konflik Armenia-Azerbaijan di wilayah Nagorno-Karabakh yang dipersengketakan. Kendati demikian, Rusia pun tak dapat menerima solusi militer untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Kami tidak setuju dengan posisi yang disuarakan oleh Turki, yang juga beberapa kali diungkapkan oleh Presiden (Azerbaijan Ilham) Aliyev. Bukan rahasia bahwa kami tidak dapat menyetujui pernyataan bahwa solusi militer untuk konflik diperbolehkan,” kata Lavrov dalam wawancara dengan stasiun radio lokal pada Rabu (14/10).
Lavrov mengatakan akan tepat untuk mengerahkan pengamat militer Rusia di jalur kontak di Nagorno-Karabakh. Namun hal itu terserah kepada Azerbaijan dan Armenia untuk memutuskan.
Turki diketahui mendukung Azerbaijan dalam konflik Nagorno-Karabakh. Ankara telah mengisyaratkan siap memberikan bantuan militer jika memang Azerbaijan membutuhkan.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengucapkan terima kasih kepada Erdogan karena telah mengecam serangan dan pelanggaran perbatasan yang dilakukan Armenia di Nagorno-Karabakh. Aliyev pun menyambut baik seruan Erdogan agar Armenia segera mengakhiri pendudukannya atas wilayah Azerbaijan.
"Turki, terutama Presiden Erdogan, mengutuk keras serangan itu dan menunjukkan dukungan mutlak. Azerbaijan selalu berdiri di sisi Turki berdasarkan prinsip dua negara, satu bangsa," kata asisten presiden dan kepala kebijakan luar negeri untuk Kepresidenan Azerbaijan Hikmet Hajiyev pada 28 September lalu, dikutip laman Daily Sabah.
Turki telah melayangkan kecaman keras kepada Armenia. Serangannya di Nagorno-Karabakh dinilai merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan telah menyebabkan jatuhnya korban sipil. Ankara memandang Armenia menjadi rintangan terbesar terciptanya perdamaian serta stabilitas di kawasan tersebut.
Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu sempat menyebut bahwa Armenia mendapat dukungan dari Barat, termasuk Rusia. Dia mengatakan persengketaan klaim atas wilayah Nagorno-Karabakh yang melibatkan Armenia dan Azerbaijan telah berlangsung selama 30 tahun. Upaya diplomasi tak membuahkan hasil apa pun untuk menuntaskan persoalan tersebut.
Namun dia menyangsikan bahwa Armenia memiliki keberanian untuk melancarkan agresi hanya karena kebuntuan upaya diplomasi. "Dari mana Armenia menemukan keberaniannya? Jika Armenia tidak menikmati dukungan hari ini dari negara lain, dari Barat, Rusia, ia tidak akan dapat mengumpulkan keberanian ini," katanya pada 30 september lalu, dikutip Anadolu Agency.
Sejak Sabtu pekan lalu, gencatan senjata yang ditengahi Rusia di Nagorno-Karabakh telah retak. Armenia dan Azerbaijan saling tuding sebagai pihak yang terlebih dulu melakukan pelanggaran.