REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerajaan Ottoman muncul sekitar tahun 1300 di barat laut Anatolia ke bagian timur dari ibu kota Byzantine, Konstantinopel. Pada saat itu, Ottoman hanyalah salah satu dari sekian banyak kerajaan kecil yang bermunculan di Anatolia dalam dua dekade terakhir pada abad ke-13 di teritorial yang sebelumnya menjadi bagian Kerajaan Byzantine.
Colin Imber dalam bukunya Kerajaan Ottoman: Struktur Kekuasaan Sebuah Kerajaan Islam Terkuat dalam Sejarah mengatakan para penguasa dari teritorial ini dan para pengikutnya adalah Muslim Turki. Keberadaan mereka di Anatolia menunjukkan tidak hanya sebuah perubahan kedaulatan, tetapi juga perubahan dalam etnis dan agama.
Jika pada abad ke-11 Yunani dan Kristen menjadi yang utama, pada 1300, Turki dan Muslim menduduki posisi tersebut. Asal dari perubahan ini terjadi pada abad ke-11.
Pada pertengahan abad tersebut, sebuah konfederasi suku-suku Turki dari Transoxania menundukkan Iran dan pada tahun 1055 menduduki Baghdad, kemudian menjadikannya ibu kota dinasti Seljuk yang Agung. Konsekuensi dari peristiwa-peristiwa ini tidak hanya memunculkan pemegang kekuasaan baru di Baghdad, tetapi juga kedatangan orang-orang Turki lainnya dari Asia Tengah.
Mereka mengubah keseimbangan etnis Timur Tengah. Banyak dari para pendatang Turki ini kemudian tinggal dan mengontrol Anatolia.
Sebuah waktu yang tepat untuk menandai permulaan fenomena ini adalah tahun 1071. Pada tahun ini, sultan Seljuk yang Agung mengalahkan Kaisar Byzantine di Manzikert di sebelah timur Anatolia. Pada dekade-dekade berikutnya, ia mendirikan kekuasaan cabang dinasti Seljuk. Area kedaulatan Byzantine menyempit hingga wilayah di bagian barat Anatolia antara laut Aegea dan dataran tinggi tengah.