REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nabi Daud AS adalah nabi yang memiliki dua sifat sekaligus, yaitu sifat kenabian dan sifat seorang raja. Allah menganugerahkannya suara yang merdu yang membuat gunung-gunung dan burung-burung ikut bertasbih ketika mereka mendengar Nabi Daud AS tengah mengumandangkan kalimat tasbih. Selain itu, selama hidupnya, ia merupakan raja yang sangat bijaksana.
Nabi Daud AS terkenal sebagai sosok yang teladan dalam menangani masalah keadilan, ibadah, dan berbagai perbuatan baik lainnya. Nabi Daud dan keluarganya pun tidak pernah melewati waktu tanpa beribadah baik siang maupun malam. Ini tercantum dalam firman Allah surat Saba ayat 13 yang berbunyi :
يَعْمَلُونَ لَهُۥ مَا يَشَآءُ مِن مَّحَٰرِيبَ وَتَمَٰثِيلَ وَجِفَانٍ كَٱلْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَّاسِيَٰتٍ ۚ ٱعْمَلُوٓا۟ ءَالَ دَاوُۥدَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِىَ ٱلشَّكُورُ
Ya'malụna lahụ mā yasyā`u mim maḥārība wa tamāṡīla wa jifāning kal-jawābi wa qudụrir rāsiyāt, i'malū āla dāwụda syukrā, wa qalīlum min 'ibādiyasy-syakụr
Artinya : "Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih."
Dalam ayat tersebut kebijaksanaan Nabi Daud dapat dilihat dari ketaatannya terhadap Allah. Dikutip dari buku Kisah Bapak dan Anak dalam Alquran oleh Adil Musthafa Abdul Halim perilaku dan cara Nabi Daud memanfaatkan waktu patut ditiru.
Nabi Daud menasihati agar orang yang berakal tidak boleh malalaikan empat waktu. Pertama, waktu bermunajaat kepada Tuhannya. Kedua, waktu untuk melakukan intropeksi diri. Ketiga, waktu bertemu dengan saudara-saudaranya yang selalu memberitahukan kepadanya tentang cela yang dia miliki, serta yang selalu mengingatkan kepadanya untuk berlaku jujur terhadap dirinya sendiri. Keempat, waktu untuk melepaskan dirinya dari berbagai kelezatan yang halal dan menyenangkan.
Sesungguhnya pemanfaatan waktu yang terakhir ini (waktu untuk melepaskan dirinya dari berbagai kelezatan yang halal dan menyenangkan) dapat membantu agar terlaksananya tiga waktu lain dan membantu menenangkan hati.
Orang yang berakal juga harus mengetahui dengan baik kondisi zamannya, menjaga lidahnya, dan menerima kondisi dirinya. Orang yang berakal juga tidak layak untuk melakukan perjalanan, kecuali dengan tujuan untuk mencari tiga hal. Yaitu untuk menambah bekal akhirat, untuk mencari rezeki, dan untuk mencari kelezatan yang halal. (HR Abdullah Ibnul Mubarak).