REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Keamanan Laut (Bakamla) terus melakukan patroli di perairan Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, untuk menunjukkan kehadiran Indonesia. Ada dua kapal dan satu pesawat pengamat maritim yang berpatroli bersama dengan tim dari TNI Angkatan Laut (AL) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Kita tetap gelar kapal patroli untuk menunjukkan kehadiran," ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol Bakamla RI, Kolonel Wisnu Pramandita, lewat pesan singkat, Kamis (15/10).
Wisnu menjelaskan, terdapat dua kapal Bakamla yang berpatroli di lokasi tersebut. Ditambah lagi dengan satu pesawat pengamat maritim beserta tim dari TNI AL dan KKP. Patroli itu rencananya akan dilakukan hingga akhir tahun sesuai dengan ketersediaan anggaran yang ada.
"Saat ini, itu yang dapat dilakukan mengingat kita tidak ada klaim dan tidak terlibat dalam ketegangan kedua negara (di Laut China Selatan)," ujar Wisnu.
Sebelumnya, Juru Bicara Menteri Pertahanan (Menhan), Dahnil Anzar Simanjuntak, menerangkan, doktrin politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif dalam menyikapi panasnya Laut China Selatan (LCS). Karena itu, Indonesia tidak akan terlibat dalam pakta pertahanan manapun.
"Politik luar negeri kita kan bebas aktif. Dan sejarah doktrin pertahanan luar negeri kita juga adalah tidak terlibat dalam pakta pertahanan manapun. Indonesia itu tidak pernah ikut aliansi militer negara manapun," ujar Dahnil dalam siaran langsung di media sosial yang diakses Selasa (15/9).
Dahnil menyatakan, pada prinsipnya Indonesia selalu ingin mendorong Zona Perdamaian, Kebebasan dan Netralitas (ZOPFAN) yang ada di ASEAN. Atas dasar itu narasi yang dikeluarkan oleh Indonesia selalu terus mengajak seluruh pihak untuk berdialog dan berdamai, terutama terkait permasalahan di LCS.
"Kalau kemudian negara-negara besar ini mati-matian memprovokasi, menarik-narik kita agar ikut dalam aliansi-aliansi ini, itu wajar. Tapi tentu kita akan bersikap tegas terkait ini, kita tidak akan terlibat dengan pakta pertahanan manapun (baik China maupun Amerika Serikat)," jelas dia.
Menurut Dahnil, sikap itu sudah disampaikan langsung oleh pemerintah Indonesia, bahkan oleh Menhan, Prabowo Subianto, sendiri. Hampir sepanjang masa jabatannya sebagai Menhan, Prabowo cukup aktif berbicara dengan Menhan-Menhan negara lain di dunia.
"Beliau komunikasi dengan baik untuk menjaga diplomasi, untuk menjaga agar kemudian mereka semua paham dengan sikap politik dan pertahanan kita," terangnya.
Dia menekankan, Indonesia tidak akan mungkin mau diseret-seret ke dalam konflik tersebut, apalagi jika dijadikan sebagai ladang tempur. Negara-negara lain pun, kata dia, tentu tidak akan bersedia menjadi proxy negara manapun.