REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menunjuk pejabat senior kantor hak asasi manusia sebagai koordinator khusus urusan Tibet. Langkah itu tampaknya akan memicu amarah China.
Penunjukkan itu diprediksi akan membuat hubungan AS-Cina semakin memanas. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengumumkan Asisten Menteri Luar Negeri bidang Tenaga Kerja, Demokrasi dan HAM Robert Destro akan memiliki jabatan tambahan.
Ia menjadi koordinator khusus urusan Tibet yang sebelumnya kosong sejak Trump mulai menjabat sejak 2017. Pompeo mengatakan tugas Destro adalah memimpin upaya mempromosikan dialog antara Republik Rakyat Cina dengan Dalai Lama atau perwakilannya.
"Melindungi identitas agama, budaya, dan bahasa orang Tibet yang unik dan mendesak hak asasi manusia dihormati," kata Pompeo dalam pernyataannya, Kamis (15/10).
China selalu menolak untuk melakukan kesepakatan dengan koordinator AS. Beijing melihatnya sebagai upaya Negeri Paman Sam mencampuri urusan internal mereka.
Penunjukkan itu dilakukan saat hubungan AS dan China kian memburuk ke level terendahnya dalam beberapa tahun terakhir. Dua perekonomian terbesar di dunia itu berselisih mengenai perdagangan, Taiwan, hak asasi manusia, Laut China Selatan, dan virus corona.
China menduduki Tibet sejak 1950 dalam operasi yang mereka sebut 'pembebasan damai' untuk membantu wilayah Himalaya itu membuang 'feudal'. Tapi kritikus yang dipimpin Dalai Lama yang kini di pengasingan mengatakan Beijing melakukan 'genosida budaya'.
"Amerika Serikat masih prihatin dengan represi RRC terhadap masyarakat Tibet," kata Pompoe.
Pada Juli lalu, Pompeo mengatakan AS akan membatasi visa sejumlah pejabat pemerintah China yang terlibat dalam memblokir akses diplomatik Washington ke Tibet, serta para pejabat yang terlibat dalam 'pelanggaran hak asasi manusia'. Pompeo menambahkan Washington mendukung 'otonomi bermakna' Tibet. Namun tidak seperti Barack Obama, Trump tidak pernah bertemu dengan Dalai Lama selama masa jabatan presidennya.