REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perhatian pada dugaan banyaknya korban kekerasan pada saat unjuk rasa penolakan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), sejak pekan lalu. Untuk itu, LPSK mempersilahkan kepada siapapun yang menjadi korban tindak kekerasan untuk mengajukan perlindungan.
Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengatakan, unjuk rasa sebagai bentuk menyampaikan aspirasi adalah hak warga negara. Sehingga tidak ada alasan untuk membungkam aspirasi masyarakat tersebut.
"Demonstrasi terkait UU Cipta Kerja berujung dengan mencuatnya informasi banyak warga yang menjadi korban kekerasan. Ini menjadi perhatian kita," kata Maneger dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (15/1).
Seperti diketahui, sejumlah aksi unjuk rasa menolak pengesahan UU Ciptaker berujung pada kericuhan sehingga menimbulkan korban. Untuk itu, Maneger mempersilakan kepada siapapun yang menjadi korban kekerasan untuk mengajukan perlindungan ke LPSK.
"Dari informasi yang kami rangkum, mereka yang menjadi korban kekerasan sebagai dampak dari aksi menentang UU Cipta Kerja beragam, tidak saja dari peserta aksi itu sendiri, tetapi juga tenaga medis dan jurnalis, bahkan pihak keamanan, " ujarnya.
Maneger melanjutkan, LPSK membuka pintu bagi masyarakat untuk mengakses perlindungan dan hak-hak lain yang disediakan negara melalui lembaga itu. Hak-hak dimaksud antara lain, selain perlindungan fisik dari potensi ancaman dan intervensi dari para pelaku kekerasan, korban juga bisa mendapatkan bantuan medis dan psikologis.
Permohonan perlindungan bisa disampaikan dengan datang langsung ke kantor LPSK, atau menghubungi Call Center 148 dan WA 085770010048. Tersedia pula aplikasi permohonan perlindungan online LPSK yang dapat diunduh di Playstore.