Kamis 15 Oct 2020 20:01 WIB

Eksploitasi Anak dalam Demo UU Ciptaker Harus Diproses Hukum

KPAI memperkirakan ribuan anak terlibat dalam demo menolak UU Ciptaker.

Petugas kepolisian mengamankan sejumlah pelajar yang diduga hendak mengikuti aksi di Kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (8/10). Puluhan pelajar tersebut diduga terhasut ajakan aksi demo menolak UU Cipta kerja.Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika
Petugas kepolisian mengamankan sejumlah pelajar yang diduga hendak mengikuti aksi di Kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (8/10). Puluhan pelajar tersebut diduga terhasut ajakan aksi demo menolak UU Cipta kerja.Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Inas Widyanuratikah, Flori Sidebang

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta aparat penegak hukum untuk memastikan orang dewasa yang terindikasi mengeksploitasi anak dalam aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) diproses secara hukum. Ribuan anak diperkirakan ikut terlibat dalam demo UU Ciptaker dalam sepekan terakhir.

Baca Juga

"Hal ini penting untuk menjawab dugaan terdapat eksploitasi anak dalam aksi demonstrasi tersebut," kata Komisioner Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra dalam jumpa pers secara virtual yang diikuti dari Jakarta, Kamis (15/10).

Jasra juga meminta kepada masyarakat dan orang tua untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum dan unit layanan terdekat bila menemukan anak yang terlibat dalam penyalahgunaan dalam kegiatan demonstrasi, pelibatan anak dalam kerusuhan sosial, dan pelibatan dalam peristiwa yang mengandung kekerasan yang dapat membahayakan nyawa anak.

Jasra mengatakan, KPAI sudah melakukan pengawasan terhadap pelibatan anak dalam demonstrasi menolak UU Ciptaker. Dalam pengawasan KPAI, ditemukan ribuan anak yang terlibat dan ditangkap aparat penegak hukum, termasuk diproses di kepolisian.

"Pelibatan anak dalam demonstrasi ini cukup masif dengan berbagai modus dan model. Sebagian anak terlibat melalui ajakan di media sosial dengan narasi-narasi yang dapat memancing emosi anak untuk ikut aksi demonstrasi," tuturnya.

Terkait dengan pelibatan anak dalam aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja dan dugaan eksploitasi anak di dalamnya, KPAI telah melakukan rapat koordinasi dengan berbagai pihak. Beberapa pihak yang dilibatkan dalam rapat koordinasi tersebut adalah Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri, Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Forum Anak Nasional, dan Komisi Perlindungan Anak Daerah.

Ketua KPAI Susanto menambahkan, setiap anak berhak untuk menyampaikan pendapat. Namun, penyampaian pendapat anak harus dipastikan aman, nyaman, dan tidak berisiko terhadap keselamatan anak.

"Kami menyayangkan pihak-pihak yang permisif, apalagi diduga menggerakkan anak-anak untuk berdemonstrasi karena demonstrasi adalah mekanisme yang kurang aman bagi anak," katanya.

KPAI mendorong optimalisasi peran forum anak, organisasi pelajar dan komunitas kelompok anak lainnya terkait sosialisasi cara menyampaikan pendapat yang tepat bagi anak. Kelompok semacam ini memiliki peran penting dalam upaya edukasi agar anak bisa menyampaikan pendapat sesuai dengan usianya.

Selain itu, peran orang tua, sekolah dan lingkungan menjadi penting untuk memastikan anak tidak ikut demonstrasi. Apalagi saat ini situasinya berisiko, selain kondisi demonstrasi yang bisa memanas, juga Covid-19 yang masih mengancam.

Jangan dikeluarkan dari sekolah

KPAI juga ingatkan pemerintah daerah dan sekolah tidak memberikan sanksi berupa ancaman dikeluarkan dari sekolah bagi anak-anak yang mengikuti aksi demonstrasi. Komisioner KPAI, Retno Listyarti mengatakan pihaknya sudah mendapatkan laporan semacam ini.

"Kami harap tidak memberikan sanksi atau mengancam DO, atau memindahkan anak ke program paket C, atau memutasi anak ke jauh ke pinggiran kota. Kami harap ini tidak ada," kata Retno, Kamis (15/10).  

Laporan yang diterima KPAI terkait pelajar yang ikut demonstrasi ini berupa peringatan dari pesan tidak resmi di aplikasi Whatsapp. Retno menyebut, pesan ini berasal dari dinas pendidikan yang diberikan kepada sekolah.

Pesan yang menyebar di aplikasi ini diharapkan hanya bentuk emosi sesaat saja. Jangan sampai hukuman yang menghilangkan hak pendidikan anak diberikan kepada pelajar yang mengikuti aksi demonstrasi tolak UU Ciptaker.

"Mudah-mudahan pembinaannya lebih mengarah kepada perspektif anak dan masa depan anak-anak," kata Retno menambahkan.

Menurut dia, hukuman dikeluarkan dari sekolah akan sangat berdampak negatif pada pelajar-pelajar yang bersangkutan. Apalagi, jika sudah dikeluarkan dari sekolah mereka akan memiliki label negatif sehingga akan sulit mendapatkan sekolah lainnya.

"Anak-anak ini kalau dikeluarkan sekolah nanti mendapat stempel, tidak diterima di sekolah lain. Kalau tidak diterima nanti akibatnya anak-anak ini putus sekolah," kata Retno.

Berbicara terpisah, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan juga meminta agar para pelajar yang terlibat dalam aksi demonstrasi tolak UU Ciptaker, beberapa hari lalu tidak dikeluarkan dari sekolah. Menurut Anies, hukuman seperti itu bukanlah cara yang tepat untuk memberikan efek jera.

"Saya selalu sampaikan sudah tidak zaman lagi kalau anak yang bermasalah malah dikeluarkan dari sekolah," ujar Anies di Jakarta, Rabu (15/10).

Anies menilai, anak-anak yang ikut demonstransi itu justru seharusnya mendapatkan banyak perhatian dan pendidikan dari sekolah, bukan dikeluarkan.

"Kalau bermasalah justru harus dapat banyak perhatian dari sekolah. Kalau dia dikeluarkan, maka tidak ada yang membina," tutupnya.

Selain itu, Anies juga mengimbau agar para orang tua dan anak-anak untuk berdialog lebih banyak. Sehingga dapat mengetahui apa yang dilakukan oleh anak-anak.

"Kalau ada anak-anak yang didalam usianya melakukan tindakan yang keliru, ya dia harus diberi didikan lebih banyak. Jadi cara mendekati anak-anak ini harus diajak dialog lebih banyak. Sekarang saya mengimbau orang tuanya untuk mereka mendidik bersama di rumah dan membimbing," jelas Anies.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya dan polres jajaran mengamankan sebanyak 1.377 pemuda dan pelajar yang terlibat aksi unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja pada Selasa (13/10). Setelah dilakukan pendataan dan pemeriksaan diketahui bahwa sekitar 80 persen dari jumlah orang yang diamankan polisi itu masih berstatus pelajar. Sebanyak lima orang yang diamankan tersebut bahkan diketahui sebagai pelajar SD.

"Dari 1.377 ini, dievaluasi 75-80 persen adalah anak-anak sekolah. Kurang lebih 900, 800 sekian, bahkan ada lima orang anak SD yang umurnya sekitar 10 tahun," kata Yusri di Mapolda Metro Jaya, Rabu (14/10).

photo
Anak bermain saat pandemi Covid-19 - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement