REPUBLIKA.CO.ID,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab: 21)
Rasulullah SAW adalah teladan umat manusia sepanjang manusia. Dr Ahmad Muhammad al-Hufy, Min Akhlaqin Nabi (diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Pustaka Akhlak dengan judul Rujukan Induk Akhlak Rasulullah), menjelaskan di antara keteladanan itu adalah sifat pemurah Rasulullah.
Secara kebahasaan, karakteristik ter sebut merupakan lawan sifat kikir. Akan tetapi, aplikasinya menurut perikehidupan Rasulullah SAW tidak sekadar gemar menderma harta benda kepada mereka yang membutuhkan. Sifat pemurah beliau menjadi istimewa karena tidak pernah merasa istimewa dengan kepemilikan bendawi.
Rasulullah SAW hidup sederhana di tengah khalayak masyarakatnya, dekat dengan mereka yang hidup serbakekurangan. Makanan favoritnya adalah makanan yang dimakan banyak orang. Dalam sebuah riwayat, kedermawanan beliau diibaratkan angin yang berembus, menyejukkan seluruh manusia.
Sifat pemurah yang sedemikian anggun bertautan dengan jalan hidup zuhud. Al- Hufy dalam bukunya ini berupaya meluruskan kekeliruan yang jamak muncul ketika mengartikan sifat zuhud. Menurutnya, seorang yang zuhud berarti tidak berhasrat pada hal-hal yang dibolehkan (mubah), padahal orang tersebut mampu mendapatkannya. Arti lainnya adalah, seseorang lebih mendahulukan kepentingan umum daripada dirinya sendiri.
Maka dari itu, orang yang tidak berhasrat pada hal-hal mubah lantaran tidak mampu meraihnya bukanlah zuhud. Demikian pula dengan orang yang menundukkan nafsu terhadap hal-hal yang diperbolehkan tanpa memberikan manfaat bagi umat.
Orang yang seperti ini berlaku kependetaan (rahbaniyah), semisal petapa di biara-biara, bukan pengamal sifat zuhud. Dalam Islam, ada larangan terhadap rahbaniyah, sebagaimana termuat dalam Alquran surah al-A'raf ayat 31-32.
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ ۚ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat". Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui."
Zuhudnya Rasulullah SAW, lanjut al- Hufy, semata-mata mendidik umatnya agar tidak tunduk pada kemauan hawa nafsu. Pada zamannya, para sahabat terutama yang berasal dari kalangan berada mengikuti sifat mulia ini. Umar bin Khattab, misalnya, sejak memeluk Islam begitu lurus dalam kehidupan sederhana dan menjauhi kegemaran terhadap harta benda.
Zuhudnya terus diamalkan bahkan ketika menjadi seorang khalifah, yang wilayah kekuasaannya membentang hingga Persia dan Afrika Utara. Dengan mempraktikkan akhlak islami ini, dia termasuk golongan pemimpin sukses yang akan terus dikenang, menginspirasi dalam sejarah umat manusia.