REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Seorang pejabat hak asasi manusia PBB telah meminta komunitas internasional untuk segera mempertimbangkan pencabutan sanksi terhadap Korea Utara. Sanksi memperburuk masalah setelah negara itu memberlakukan penguncian untuk merespons virus corona.
Korea Utara belum melaporkan adanya infeksi yang dikonfirmasi. Pyongyang telah dikenai sanksi PBB sejak 2006 atas program rudal nuklir dan balistik.
Korea Utara memberlakukan kontrol perbatasan yang ketat tahun ini di antara langkah-langkah keras terhadap virus. "Ini tepat ketika negara itu terhuyung-huyung akibat sanksi serta masalah ekonomi sistemik dan kondisi cuaca buruk yang tidak biasa," tulis Pelapor Khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Korea Utara Tomas Ojea Quintana dalam rancangan laporan yang dirilis pada Kamis.
Dalam laporan yang akan diserahkan ke Majelis Umum PBB pekan depan, ia juga menyebut tentang dampak perdagangan yang nantinya mengancam pasokan makanan dan akses ke bantuan kemanusiaan ke Korea Utara.
"Mengingat situasi pandemi Covid-19 yang belum pernah terjadi sebelumnya, Pelapor Khusus percaya bahwa tanggung jawab internasional untuk mengevaluasi kembali rezim sanksi lebih mendesak dari sebelumnya," kata Quintana.
Penerapan sanksi yang lebih besar telah mulai berdampak serius pada seluruh perekonomian negara. Situasi hak asasi manusia yang mengerikan di Korea Utara juga diperburuk oleh pandemi, melalui peningkatan pengawasan dan kontrol terhadap penduduknya dan pengurangan kontak dengan seluruh dunia.