Jumat 16 Oct 2020 05:00 WIB

Studi: Pasien Covid-19 Sulit Mencium Aroma Tertentu

Hampir 90 persen pasien Covid-19 di AS kehilangan fungsi penciuman dan perasa.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Hampir 90 persen pasien Covid-19 di AS kehilangan fungsi penciuman dan perasa (Foto: ilustrasi)
Foto: Pexels
Hampir 90 persen pasien Covid-19 di AS kehilangan fungsi penciuman dan perasa (Foto: ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehilangan indra penciuman atau perasa adalah salah satu gejala Covid-19. Dalam analisa terbaru The New York Times, hampir 90 persen pasien Covid-19 di Amerika Serikat (AS) melaporkan kehilangan fungsi penciuman dan perasa.

Terkait penciuman, sebuah penelitian baru dari India telah mengidentifikasi bau tertentu yang sulit tercium pada pasien COVID-19. Ini mungkin memberi gambaran yang lebih jelas kepada para ahli tentang anomali medis ini.

Baca Juga

Sebuah studi percontohan yang diterbitkan di Medrxiv menargetkan lima aroma yang sangat berbeda yakni peppermint, rempah adas, minyak kelapa, bawang putih, dan kapulaga. Studi tersebut menawarkan peserta melakukan tes kit dari rumah, agar aman dan lebih hemat biaya.

Tes dilakukan pada 49 peserta positif COVID-19 asimtomatik (tanpa gejala) dan 35 orang dalam pengawasan. Setelah mengumpulkan data dari tes tersebut, para peneliti menemukan bahwa pasien tanpa gejala mengalami kesulitan mencium dua aroma yakni minyak kelapa dan peppermint.

Sebanyak 37 persen peserta positif COVID-19 melaporkan mengalami masalah dalam mencium aroma peppermint, sementara 22 persen lainnya mengaku tidak bisa mencium aroma kelapa. Ini menarik karena kedua aroma ini sangat berbeda dengan masing-masing aroma yang unik.

“Uji penciuman ini dapat digunakan sebagai alat cepat untuk survei komunitas, guna mendeteksi klaster berisiko tinggi pada populasi besar. Tes penciuman akan memungkinkan pelaporan mandiri, identifikasi awal, dan isolasi kasus asimtomatik atau pra-gejala dan pasien dengan gejala ringan. Dengan demikian tes penciuman akan memfasilitasi mobilisasi sumber daya yang ditargetkan untuk melacak, menguji, dan mengisolasi kasus di area ini,” tulis para peneliti.

Lalu mengapa virus dapat menonaktifkan fungsi penciuman dan perasa? Para ahli dari Universitas Vanderbilt mengatakan bahwa virus menyebabkan reaksi peradangan di dalam hidung yang dapat menyebabkan hilangnya neuron penciuman.

Dalam beberapa kasus hal ini permanen, tetapi dalam kasus lain neuron dapat beregenerasi. Kemungkinan itulah yang menentukan pasien mana yang sembuh.

“Pada COVID-19, kami percaya hilangnya fungsi penciuman sangat umum karena reseptor COVID-19 yang diekspresikan di jaringan manusia paling sering diekspresikan di rongga hidung dan di sel pendukung jaringan penciuman. Sel-sel pendukung ini mengelilingi neuron penciuman dan memungkinkan mereka untuk bertahan hidup,” demikian kata peneliti seperti dikutip dari laman The Ladders, Kamis (15/10).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement