Sabtu 17 Oct 2020 15:21 WIB

'Ia Rekan Kita', Pejabat Militer AS Bela Kunjungan Prabowo

Menhan Prabowo Subianto berkunjung ke Amerika

Red:
Kunjungan Prabowo ke Washington DC, AS
Foto: VOA
Kunjungan Prabowo ke Washington DC, AS

Pemerintahan Presiden Donald Trump mengatakan akan menyambut Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto ke Pentagon, markas militer Amerika Serikat.

Amerika Serikat telah mencabut larangan terhadap Prabowo untuk masuk ke negara itu terkait tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan militer, seperti di Timor Timur.

Namun sejak diangkat menjadi Menteri Pertahanan RI tahun lalu, Pemerintahan Trump telah menganggap Prabowo sebagai tokoh kunci untuk memperdalam hubungan pertahanan dengan Indonesia.

Apalagi setelah Washington memperhatikan jika militer Indonesia sedang dibujuk oleh Rusia dan China.

Seorang pejabat senior pertahanan AS sangat membela keputusan untuk menyambut Prabowo yang dijadwalkan juga bertemu dengan Menteri Pertahanan Mark Esper.

"Prabowo adalah Menteri Pertahanan yang ditunjuk Presiden Indonesia, yang terpilih dua kali, dari negara demokrasi terbesar ketiga di dunia," kata pejabat yang tak mau disebut namanya.

"Ia adalah rekanan kita, kemitraan yang sangat penting, dan penting bagi kita untuk terlibat dengannya dan memperlakukannya sebagai mitra."

 

Prabowo akan menerima pengarahan resmi di tempat lain di wilayah Washington D.C, setelah Jakarta mempertimbangkan pembelian jet tempur yang juga menarik minat dari Rusia.

Amnesty International dan pendukung hak asasi manusia lainnya mengecam keputusan Departemen Luar Negeri AS untuk memberinya visa.

Sudah hampir 20 tahun Amerika Serikat menolak memberikan visa untuk bisa ke negaranya, termasuk ketika putra Prabowo lulus dari Boston University.

Di tahun 2012, Prabowo pernah mengatakan visa ke Amerika Serikat juga ditolak, setelah ia dituduh memicu kerusuhan yang menewaskan ratusan orang pada tahun 1998 yang berakhir dengan turunnya presiden Suharto.

"Keputusan Departemen Luar Negeri untuk mencabut larangan Prabowo Subianto adalah benar-benar kebalikan secara tiba-tiba dari kebijakan luar negeri AS yang telah lama ada," kata Direktur Advokasi dan Hubungan Pemerintah Amnesty International USA, Joanne Lin.

Joanne menyebut kunjungan Prabowo menjadi sebuah "bencana bagi hak asasi manusia di Indonesia".

[

Senator Patrick Leahy, penulis undang-undang yang melarang bantuan militer Amerika Serikat kepada unit militer asing yang melanggar hak asasi manusia, ikut mengecam keputusan pemerintahan Trump.

Ia mengatakan Prabowo "tidak memenuhi syarat untuk memasuki negara ini."

"Dengan memberikan visa kepada Menteri Pertahanan Prabowo, Presiden [Trump] dan Menteri Luar Negeri [Amerika Serikat] sekali lagi telah menunjukkan jika bagi mereka 'hukum dan ketertiban' adalah slogan kosong yang mengabaikan pentingnya keadilan," katanya.

Prabowo diketahui mendaftar militer pada usia 19 dan enam tahun kemudian bergabung dengan Kopassus, pasukan khusus Angkatan Darat.

Ia memimpin Tim Mawar yang dituduh menculik aktivis mahasiswa yang terlibat dalam gerakan menggulingkan Soeharto.

Tiga belas aktivis sejak saat itu masih hilang.

Prabowo secara konsisten membantah keterlibatannya dalam setiap dugaan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk di Jakarta, Timor Timur, dan juga Papua Barat.

Tapi Prabowo menjadi pemain politik, yang telah berulang kali mencalonkan diri sebagai presiden.

 

Sementara itu, Amerika Serikat diperkirakan akan memperbarui peringatan ke Jakarta soal pembelian senjata besar-besaran dari Moskow.

Menurut sejumlah ahli, membeli jet tempur Rusia dapat memicu sanksi AS di bawah Undang-Undang Menentang Amerika Dengan Sanksi (CAATSA).

"Kami mengangkat masalah risiko CAATSA dalam semua percakapan kami dengan Kementerian Pertahanan," kata pejabat AS itu.

Kementerian Pertahanan RI menolak mengomentari perjalanan Prabowo ke Amerika Serikat.

Di daftar keinginan Indonesia diantaranya adalah "peta jalan" untuk mendapatkan jet tempur F-35, menurut salah satu pejabat Indonesia kepada Reuters yang tak mau namanya dimuat.

"[Tapi] sejujurnya kami tidak berharap banyak," katanya.

Diproduksi oleh Erwin Renaldi dari laporan kantor berita Reuters

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement