REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Seorang ibu Leti Safari (27 tahun) dan bayinya tertahan di Klinik (Puskesmas) Pratama Ar-Raihan Husada, Waykandis, Bandar Lampung, selama 9 hari. Keluarganya tidak sanggup membayar biaya rumah sakit dan puskesmas setelah melahirkan pekan lalu.
Suami Leti Safari masih kelimpungan untuk mencari uang Rp 16 juta lebih untuk menebus biaya melahirkan di RS DKT Lampung dan biaya perawatan di puskesmas selama sembilan hari. Pihak puskesmas menakuti-nakuti keluarga pasien dengan biaya sebesar itu.
Suami Leti belum mendapat uang sebesar itu di tempat kerjanya. Sedangkan pemilik puskesmas swasta tersebut menunggu pembayaran agar istri dan bayinya bisa pulang. Padahal, kondisi ibu dan bayinya sehat-sehat setelah melahirkan secara normal.
Kasus ini menjadi perhatian Gubernur Lampung Arinal Djunaidi. Gubernur memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes)Lampung dr Reihana menjenguk ibu dan bayinya di Puskesmas Pratama Ar-Raihan Husada, Jumat (16/10).
"Saya datang ke sini memang diperintah pak gubernur untuk mengetahui apa yang terjadi sebenarnya,” kata Reihana.
Dia menyeru pemilik puskesmas dan bidang di tempat perawatan ibu dan bayi tersebut untuk tidak melontarkan kata-kata yang bersifat menakut-nakuti pasien. “Staf janganlah menakut-nakuti,” ujarnya.
Ia berpesan kepada pihak puskesmas dan rumah sakit tidak sewajarnya melakukan tindakan menakuti-nakuti pasien yang membutuhkan pertolongan. Menurut dia, persoalan nyawa manusia menjadi hal penting yang harus didahulukan dibandingkan yang lain.
Dia sudah memerintahkan kepada pihak rumah sakit dan puskesmas, agar ibu dan bayinya dapat diperbolehkan pulang ke rumah. Apalagi, kondisi ibu dan bayinya sudah sehat atau kondisi baik. Mengenai biaya akan diurus kemudian.
Ke depan ia berharap pihak pemberi izin pelayanan kesehatan yang berada di kabupaten/kota untuk selalu memberikan pembinaan kepada rumah sakit dan puskesmas, terkait persoalan seperti itu. Intinya, pihak rumah sakit dan puskesmas mengutamakan penyelamatan nyawa manusia terlebih dahulu.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh, pihak Klinik Pratama Ar Raihan Husada membantah menakut-nakuti pasien. Menurut Bidan Inon, besaran uang yang disampaikan kepada suami pasien sebesar Rp 16juta lebih itu untuk memotivasi suaminya agar dapat membayar seberapa terutama biaya di RS DKT tempat istrinya melahirkan.
Ia mengatakan, suami dan istrinya tidak memiliki kartu BPJS, selain itu suaminya memiliki KTP di Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, bukan warga Kota Bandar Lampung, dan juga sudah habis masa berlakunya. Alhasil, proses melahirkan menggunakan jalur umum.
Kronologis Leti melahirkan di RS DKT Lampung, setelah dirawat di Klinik Pratama. Karena tidak memiliki kartu BPJS, dan juga bukan KTP Bandar Lampung, maka tidak dapat dirujuk ke RSUD Kota Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung. Setelah berunding dengan suaminya, istrinya dirujuk ke RS DKT dan menjadi tanggung jawab bidan klinik.
Setelah melahirkan, tidak tersedia ruang perawatan kelas III, hanya ada kelas I. Pihak klinik membawanya ibu dan bayinya ke klinik. Selama di klinik, belum ada proses pembayaran, terutama untuk membayar biaya rumah sakit, sampai Leti dan bayinya tertahan di klinik sembilan hari.