Jumat 16 Oct 2020 16:23 WIB

Pembangunan Rumah di Permukiman Israel Tembus Rekor

2020 tahun paling produktif bagi pembangunan rumah di permukiman ilegal Israel

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Sebuah bendera Israel berkibar di atas rumah milik Yahudi di lingkungan Palestina
Foto: AP / Illean Mahmoud
Sebuah bendera Israel berkibar di atas rumah milik Yahudi di lingkungan Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Organisasi pemantau Peace Now mengatakan Israel mendorong rencana pembangunan 3.000 rumah di Tepi Barat. Itu membuat tahun 2020 menjadi tahun yang paling produktif bagi pembangunan rumah di pemukiman ilegal tersebut.

Pada Jumat (14/10) Aljazirah, melaporkan pada Kamis (15/10) kemarin Komite perencanaan kementerian pertahanan Israel menyetujui rencana pembangunan 2.000 rumah baru. Pembangunan itu meledak selama masa jabatan pemerintah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Baca Juga

Rencana itu disetujui beberapa bulan usai Israel berjanji untuk menangguhkan rencana menganeksasi Tepi Barat setelah Uni Emirat Arab dan Bahrain menandatangani normalisasi hubungan dengan Israel, sebuah perjanjian yang ditengahi oleh Amerika Serikat (AS). Peace Now mengatakan rencana yang disetujui Kamis kemarin akan menambah jumlah rumah Israel yang dibangun pada tahun ini menjadi 12.150 unit.

Sejauh ini menjadi angka tertinggi sejak Trump mulai menjabat pada awal 2017 lalu dan sejak Peace Now mencatat pembangunan pada tahun 2012 lalu.

"Persetujuan itu membuat tahun 2020 menjadi tahun  yang mencatatkan rekor dalam jumlah unit yang rencananya dibangun di pemukiman sejak Peace Now mulai mencatat pada tahun 2012," kata organisasi pengawas tersebut.

"Sejauh ini pada tahun 2020 sudah 12.159 unit yang sudah disetujui," tambah mereka.

Mereka menambahkan komite rencana Israel mungkin akan kembali menggelar rapat persetujuan rencana pembangunan unit rumah lainnya sebelum akhir tahun ini.

"Sementara aneksasi de jure ditangguhkan, aneksasi de facto memperluas pemukiman terus berlanjut," kata Peace Now.

Palestina mengklaim semua bagian Tepi Barat yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah tahun 1967. Wilayah itu bagian dari negara Palestina di masa depan.

Palestina mengatakan jumlah populasi warga Israel di pemukiman ilegal di Tepi Barat terus bertambah menjadi 500 ribu. Hal itu membuat impian untuk meraih kemerdekaan semakin sulit dicapai.

Sebelum Donald Trump, semua presiden AS dan sebagian besar negara di seluruh dunia menentang pembangunan pemukiman Israel di Tepi Barat sebab memang melanggar hukum internasional. Namun Trump dikelilingi penasihat yang dekat dengan gerak penjajahan tersebut sehingga ia mengambil pendekatan yang berbeda.

Bertolak belakang dengan para pendahulunya, pemerintahan Trump tidak mengkritik atau mengecam pembangunan di pemukiman Israel. Tahun lalu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan pemerintahan Trump menganggap pembangunan itu tidak ilegal.

Palestina dan negara tetangganya Yordania menentang persetujuan Kamis kemarin. Juru bicara kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeinah mengatakan Israel telah mengeksploitasi hubungan dengan negara-negara Arab Teluk dan 'dukungan buta dari pemerintahan Trump'. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement