REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dianggap menegaskan reformasi regulasi. Hal ini sesuai keinginan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan kebijakan strategis.
"Banyak sekali hal strategis, bagaimana melakukan reformasi perizinan berusaha berbasis risiko, penyederhanaan perizinan berusaha, dan penyederhanaan persyaratan investasi," kata pakar hukum dari Universitas Indonesia, Ima Mayasari dalam keterangan persnya, Jumat (16/10).
Menurut dia, kebijakan strategis terlihat sejak regulasi diinisiasi. Puluhan UU dinventarisasi dan disederhanakan, utamanya terkait perizinan.
Ima mengatakan Indonesia terbelit berbagai macam aturan perizinan yang tumpang tindih. Calon pengusaha dipastikan kesulitan jika harus merampungkan semua perizinan itu.
Dia mencontohkan klaster tata ruang di UU Ciptaker. Beleid mengatur pola penyelesaian ketidaksesuaian hak atas tanah. "Itu kan membuka ruang penyelesaian masalah yang jadi sengkarut dan menghambat program pemerintah," kata dia.
Selain itu, Ima membeberkan kebijakan strategis dalam sistem permodalan dan kemudahan berusaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Calon pengusaha jenis itu dipastikan mendapat karpet merah mengurus izin usaha.
"Dipermudah, karena tak berisiko tinggi. UMKM juga enggak pakai notaris, hanya mendaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM)," kata Ima.
Adapun terkait permodalan, Ima menyebut UU Ciptaker memberi peluang luas bagi pemodal dari dalam negeri. Dia mencontohkan saat seorang mau mendirikan perusahaan start up.
"Mereka akan dipermudah dari proses pendirian start up, dengan biaya yang sangat murah. Ini (UU Ciptaker) banyak membantu calon pengusaha," kata Ima.