REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, mengatakan, proyeksi adanya kenaikan produksi beras dari Badan Pusat Statistik (BPS) cukup mengejutkan. Namun, hal itu tetap bisa terjadi jika memang terdapat kenaikan luas panen padi pada tahun ini.
Khudori mengatakan, peringatan sebelumnya dari Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) terkait ancaman krisis pangan akibat kekeringan membuat pemerintah melakukan percepatan tanam padi yang menjadi makanan pokok. Hal itu menguntungkan Indonesia karena memiliki peluang untuk mengamankan produksi beras.
Namun, pasca-adanya peringatan La Nina atau badai curah hujan tinggi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), tantangan baru perlu dihadapi seperti banjir dan longsor di persawahan yang bisa menggerus potensi produksi.
"Proyeksi kenaikan itu masih potensi. Sekarang, bagaimana menjaga potensi itu supaya bisa tercapai. Masih ada waktu dua setengah bulan lagi," kata Khudori kepada Republika.co.id, Jumat (16/10).
Khudori mengatakan, perlu upaya keras untuk bisa mencapai kenaikan produksi beras hingga akhir tahun. Sebab, anomali cuaca menjadi tantangan terbesar bagi para petani dalam menjaga produksi pangan nasional.
Dia pun menilai, tak masalah jika ada kenaikan produksi beras di tengah daya beli masyarakat dalam negeri yang masih lemah. Sebab, kata dia, tercukupinya produksi beras setidaknya akan menjaga harga dalam negeri. Di sisi lain, pemerintah telah menyiapkan sejumlah bantuan bagi masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi.
BPS baru saja merilis proyeksi luas panen dan beras hingga akhir tahun ini. Pada periode Januari-September 2020, total luas panen padi mencapai 9,01 juta hektare (ha). Angka itu turun 2,97 persen dibanding luas panen periode sama tahun lalu sebesar 9,28 juta ha.
Namun, pada Oktober-Desember 2020, BPS memperkirakan luas panen bisa mencapai 1,78 juta ha atau naik 27,54 persen dari waktu yang sama tahun lalu seluas 1,4 juta ha. Akumulasi proyeksi BPS menunjukkan, total luas panen 2020 akan mencapai 10,79 juta ha, naik 1,02 persen dari tahun 2019 seluas 10,68 juta ha.
Seiring dengan naiknya luas panen, produksi gabah kering giling pun diprediksi naik 1,02 persen dari 54,6 juta ton tahun 2019 menjadi 55,16 juta ton. Pasca diolah menjadi beras dengan tingkat rendemen sekitar 64 persen, produksi beras diproyeksi sebesar 31,63 juta ton, naik 1 persen dari tahun lalu sebanyak 31,31 juta ton.
Hanya saja, BPS dalam laporannya menekankan, proyeksi beras tersebut tetap perlu memperhatikan peringatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Di mana, tengah terjadi fenomena iklim La Nina mulai Oktober 2020.