Jumat 16 Oct 2020 20:19 WIB

Islam dan Muslim Masih Jadi Peran Antagonis Film-Film Barat

Dunia hiburan Barat masih menjadikan Islam dan Muslim objek antagonis.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Dunia hiburan Barat masih menjadikan Islam dan Muslim objek antagonis. Film (Ilustrasi)
Foto:

Dalam produksi ITV baru-baru ini, Honor, yang diambil berdasarkan kisah kehidupan nyata Banaz Mahod keturunan Irak-Kurdi Inggris berusia 17 tahun, yang menjadi korban pembunuhan "demi kehormatan" oleh keluarganya pada 2006. Dimana narasinya tidak berfokus pada Mahod tapi pada polisi kulit putih yang menyelidiki kasusnya.

Adegan melepas jilbab sekarang juga menjadi isyarat singkat dalam film dan TV untuk menunjukkan penolakan seorang wanita Muslim terhadap Islam, dan mulai adopsi kebebasan Barat. Seperti dalam drama remaja Spanyol Netflix, Elite, yang menampilkan adegan salah satu pemeran utama, Nadia, yang masuk ke klub setelah melepas jilbabnya, sebelum melanjutkan untuk minum alkohol dan berhubungan seks dengan teman sekelasnya yang kulit putih.

Pada akhirnya, banyak dari representasi keliru ini yang bermuara pada struktur kekuasaan di balik layar. Seperti yang dikatakan Amna Saleem, penulis skenario dan penyiar di balik Beta Female, sitkom BBC Radio 4 tentang seorang wanita Skotlandia-Pakistan yang mencoba menavigasi keluarga, karier, dan pacar kulit putih, dia berkata, "kadang-kadang kami harus memulai dengan stereotip untuk memikat penonton dan lalu membatalkannya atau merevisinya.”

Mengenai pengalamannya di industri ini, dia mengatakan bahwa penggambaran yang "homogen" masih berlaku dan telah menunjukkan kepadanya perlunya keragaman di balik layar. “Mungkin kita perlu menulis klise ini agar kelas penulis baru bisa masuk dan membuat tanda mereka," ujarnya.