Sabtu 17 Oct 2020 01:14 WIB

Jepang akan Buang 1 Juta Ton Air Radioaktif ke Laut

Pelepasan air radioaktif hasil dari reaktor nuklir Fukushima akan dimulai pada 2022.

Rep: Puti Almas/ Red: Andri Saubani
Sejumlah aktivis Greenpeace melakukan aksi damai sebagai bagian dari peringatan 9 tahun bencana Fukushima di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Jumat (13/3).
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah aktivis Greenpeace melakukan aksi damai sebagai bagian dari peringatan 9 tahun bencana Fukushima di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Jumat (13/3).

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO — Pemerintah Jepang memutuskan untuk melepaskan lebih dari satu juta ton air radioaktif yang diolah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi ke laut dalam operasi selama beberapa dekade. Hal ini telah menimbulkan pertentangan dari banyak pihak, mulai dari ahli lingkungan, nelayan lokal, dan petani.

Pelepasan air yang telah disaring untuk mengurangi tingkat radioaktif akan dimulai pada 2022. Keputusan ini telah mengakhiri perdebatan bertahun-tahun mengenai bagaimana cara untuk membuang cairan yang digunakan untuk mendinginkan pembangkit listrik setelah dilanda tsunami besar pada 2011.

Baca Juga

Pada awal tahun ini, sebuah panel pemerintah mengatakan bahwa melepaskan air radioaktif tersebut ke laut atau menguapkannya adalah pilihan yang realistis. Dalam pernyataan tersebut, dikatakan bahwa penundaan keputusan ini tidak dapat ditunda.

“Kami tidak dapat menunda keputusan mengenai rencana untuk menangani air olahan guna mencegah penundaan dalam pekerjaan penonaktifan pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi," ujar kepala sekretaris Kabinet Jepang, Katsunobu Kato, dilansir CBS News, Jumat (16/10).

Menurut operator pabrik TEPCO, ada sekitar 1,23 juta ton air limbah yang disimpan di tangki di fasilitas tersebut. Aktivis lingkungan telah menyatakan penolakan yang kuat terhadap proposal tersebut dan nelayan serta petani telah menyuarakan ketakutan bahwa konsumen akan menghindari makanan laut dan hasil bumi dari daerah tersebut.

Korea Selatan (Korsel), yang melarang impor makanan laut dari daerah tersebut, juga berulang kali menyuarakan keprihatinan tentang dampak lingkungan. Keputusan menjadi semakin mendesak karena ruang untuk menyimpan air, yang juga termasuk air tanah dan hujan yang merembes ke pabrik setiap hari semakin menipis.

Sebagian besar isotop radioaktif telah dihilangkan dengan proses filtrasi ekstensif, namun tetap masih tersisa satu tritium. Unsur ini tidak bisa dihapus dengan teknologi yang ada.

Panel ahli menyarankan pada Januari bahwa membuang air ke laut adalah pilihan yang layak karena metode ini juga digunakan di reaktor nuklir yang berfungsi. Mereka mengatakan, bahwa tritium hanya berbahaya bagi manusia dalam dosis yang sangat besar.

Sementara itu, Badan Energi Atom Internasional berpendapat bahwa air yang disaring dengan benar dapat diencerkan dengan air laut dan kemudian dilepaskan dengan aman ke laut. Sebelumnya, dilaporkan bahwa air akan diencerkan di dalam fasilitas sebelum dilepaskan, dengan keseluruhan proses yang mungkin memakan waktu hingga 30 tahun.

Air yang diolah saat ini disimpan di seribu tangki besar di situs Fukushima Daiichi, di mana reaktor-reaktornya meleleh hampir satu dekade lalu setelah tsunami yang dipicu gempa terjadi pada 2011. Operator pabrik TEPCO sedang membangun lebih banyak tangki, namun semuanya diperkirakan akan penuh pada pertengahan 2022.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement