Sabtu 17 Oct 2020 12:47 WIB

Thailand Memanas, Polisi Siram Demonstran dengan Water Canon

Para demonstran mengabaikan larangan berkumpul.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Pengunjuk rasa pro-demokrasi bereaksi ketika polisi anti huru hara menembakkan meriam air selama protes anti-pemerintah di Bangkok, Thailand, 16 Oktober 2020. Pengunjuk rasa pro-demokrasi berkumpul lagi di Bangkok untuk menyimpang dari keputusan pemerintah yang melarang demonstrasi saat pengunjuk rasa menyerukan pengunduran diri warga Thailand Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha dan penulisan ulang konstitusi baru dan reformasi monarki.
Foto: EPA-EFE/DIEGO AZUBEL
Pengunjuk rasa pro-demokrasi bereaksi ketika polisi anti huru hara menembakkan meriam air selama protes anti-pemerintah di Bangkok, Thailand, 16 Oktober 2020. Pengunjuk rasa pro-demokrasi berkumpul lagi di Bangkok untuk menyimpang dari keputusan pemerintah yang melarang demonstrasi saat pengunjuk rasa menyerukan pengunduran diri warga Thailand Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha dan penulisan ulang konstitusi baru dan reformasi monarki.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Polisi Thailand menyiram pengunjuk rasa pro-demokrasi di Bangkok dengan water canon atau meriam air. Aksi Jumat (16/10) malam ini menjadi eskalasi kekerasan dalam gelombang demonstrasi yang terjadi selama tiga bulan terakhir.

Para pengunjuk rasa yang mengabaikan larangan perkumpul untuk kedua kalinya dipukul mundur dengan tongkat dan perisai anti huru-hara. Seperti unjuk rasa Hong Kong, para demonstran di Thailand juga menggunakan payung untuk melawan semburan air.

Unjuk rasa yang dipimpin anak-anak muda ini menjadi tantangan politik terbesar pemerintahan yang didominasi oleh militer dan loyalis Raja Maha Vajiralongkorn.  

"Pemerintahan diktator menggunakan kekerasan untuk membubarkan pergerakan rakyat," kata salah satu pemimpin unjuk rasa Tattep Ruangprapaikitseree.

Polisi mengatakan, beberapa jam kemudian pemimpin itu ditangkap bersama enam aktivis unjuk rasa lainnya. Raja Thailand tidak menyinggung langsung pengunjuk rasa tapi di stasiun televisi. Ia mengatakan Thailand 'membutuhkan rakyat yang cinta negara dan cinta monarki'.

Hingga kini polisi Thailand belum menggunakan kekuatan besar untuk menekan unjuk rasa damai yang diikuti puluhan ribu orang. Walaupun dalam beberapa pekan terakhir ada sekitar 50 demonstran yang ditangkap.

Media Thailand Prachatai mengatakan seorang jurnalis online mereka ditangkap saat sedang siaran langsung. Pada Kamis (15/10) lalu pemerintah Thailand melarang masyarakat berkumpul lebih dari lima orang.

Juru bicara kepolisian Kissana Phathanacharoen membela langkah polisi menggunakan water canon. Ia mengatakan bahan kimia di dalam selang air tersebut tidak berbahaya. "Polisi mematuhi standar internasional dalam membubar demonstrasi," katanya dalam konferensi pers, Sabtu (17/10).

Penyelenggara unjuk rasa mengatakan mereka dibubarkan setelah lebih dari tiga jam berkumpul. "Saya tidak takut untuk diri saya sendiri, saya lebih takut pada masa depan negara ini," kata salah satu pengunjuk rasa Poom, yang tidak bersedia menyebut nama lengkapnya.

Unjuk rasa dikabarkan digelar di seluruh provinsi Thailand. Demonstrasi bermunculan di berbagai kampus di luar Bangkok dan polisi menghentikan kelompok di jalanan kota.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement