REPUBLIKA.CO.ID, ROKAN HULU -- BPH Migas menggelar Sosialisasi Tugas, Fungsi, dan Capaian Kinerja BPH Migas Tahun Anggaran 2020 yang bertempat di Hotel Netra, Rokan Hulu, Riau (15/10). Hadir sebagai narasumber Anggota Dewan Komisi VII DPR RI H Abdul Wahid, Anggota Komite BPH Migas Hendry Achmad dan M Lobo Balia, serta SAM PT Pertamina (Persero) MOR I Hendri Eko Purwanto.
Anggota Komite BPH Migas, Hendri Ahmad dalam sambutan pembukaan memaparkan BPH Migas adalah Pengatur Hilir Minyak dan Gas, sedangkan sedangkan untuk Hulu dilakukan oleh SKK Migas (dulu BP Migas). “Sosialisasi hari ini intinya bagaimana ketersedian BBM di Rokan Hulu ini bisa tercukupi, meskipun sampai pedalaman bisa tersalur, terbantu dengan adanya Pertashop dan Sub Penyalur ,” ujar Hendri Ahmad.
Rokan Hulu menurut pantauannya adalah daerah potensial untuk berkembang maju, karena itu ketersediaan BBM dan Gas menjadi hal yang sangat penting. Sementara itu Anggota Komisi VII DPR RI, H Abdul Wahid memaparkan, terkadang terjadi kelangkaan BBM di Rokan Hulu, mahal dan sulit. Karena itu, BPH Migas inilah hadir disini dalam rangka mencari solusi. SPBU jauh sehingga kehadiran Pertashop yang menjual Pertamax atau Pertalite resmi harga standar Pertamina sangat diperlukan.
Di Rokan Hulu ini melalui program pemerintah ada produksi sawit yang diolah menjadi biosolar, program B30, sehingga bisa juga dimanfaatkan. Terkait Gas Bumi, tugas BPH Migas adalah gas yang lewat jaringan pipa langsung ke rumah-rumah, tidak termasuk LPG tabung.
“Saya datang ke sini karena Rokan Hulu harus maju, untuk itu harus didorong ketersediaan energi,” ujarnya. Riau ini mempunyai potensi mandiri, atas minyak, bawah minyak, karena itu rakyat Riau harus sejahtera dengan potensi yang ada.
Komite BPH Migas, M Lobo Balia memaparkan, BPH Migas melayani seluruh wilayah NKRI, menjamin agar kebutuhan BBM tercukupi. Indonesia ini hanya mempunyai 0,02 persen dari cadangan minyak dunia, oleh karena itu harus dikelola dengan benar.
"Konsumsi minyak kita diatas 1 juta barel per hari, produksi kisaran 700.000 barel perhari. Dulu caltex bisa produksi 400.000 barel perhari, sekarang tinggal 100.000 barel perhari. Saat ini penyaluran BBM 87 jt KL pertahun. “Jadi BPH Migas bagaimana mengatur dan mengawasi, itu intinya,” jelas Lobo.
Jumlah SPBU di Indonesia ada sekitar 7.000. Indonesia Timur dan Sumatera masih kurang, sedang Jawa banyak sekali. Ini tugas Pertamina untuk menjangkau yang belum. Untuk BBM Penugasan (JBKP), Pertamina dipaksa BPH Migas menjual 6.450 per liter, padahal produksi 8.000-an.
Karena itu untuk menjangkau dibuat Pertashop agar bisa dikontrol Pertamina. Terobosan yang dibuat BPH Migas dibuat lagi Sub Penyalur. Tidak perlu modal besar, harga jual di SPBU untuk solar subsidi dan Premium penugasan ditambah ongkos angkutan yang besaran ditentukan daerah.
Pertashop dan Sub Penyalur ini yang penting dikembangkan di Rokan Hulu ini. “Intinya peran BPH Migas yang utama mengatur dan mengawasi agar suplai cukup, akses baik, harga terjangkau,” pungkasnya.
Sales Area Manager (SAM) PT Pertamina (Persero) Riau Hendri Eko Purwanto menjelaskan Pertamina menyalurkan BBM untuk sektor hilir tidaklah seperti yang digambarkan di atas kertas. Sehingga memenuhi kebutuhan saat penyaluran terkadang berubah sesuai skala prioritas lapangan.
Kemampuan produksi saat ini 800 ribu barel per hari, sementara kebutuhan 1,5 juta barel per hari. Indonesia tidak lagi menjadi anggota OPEC, karena sudah jadi pengimpor, tidak lagi ekspor.
Khusus Riau, dari kilang Dumai diolah kemudian disalurkan ke depot, ada juga yang impor. Ada 3 depot, lalu disalurkan ke lembaga penyalur SPBU, SPBN dan seterusnya. Riau ada 207 SPBU. “Pertamina mendapatkan penugasan penyaluran BBM bersubsidi dari BPH Migas. Sedangkan untuk non subsidi bukan hanya Pertamina, ada Exxon dan lainnya,” ujar Eko.
Tahun ini Pertamina sedang proses menerapkan digitalisasi nozzle SPBU, juga pencatatan nomor polisi kendaraan. Ini guna memudahkan pengaturan, juga memudahkan BPH Migas dalam memverifikasi agar akurat.
Kegiatan sosialisasi dihadiri oleh 200 peserta, dilakukan dengan menggunakan protokol kesehatan terkait pandemi. Dialog berlangsung dinamis, peserta memberikan responsi yang tinggi terhadap paparan narasumber.