Sabtu 17 Oct 2020 19:58 WIB

Pakar: Sertifikasi CHSE Tak Jamin Perbaikan Destinasi Wisata

Pariwisata Indonesia juga belum memiliki perencanaan berbasis bencana dan krisis

Rep: Dedy Darmawan Nasution / Red: Hiru Muhammad
Warga bergotong royong membersihkan lingkungan area wisata kawasan Pantai Mak Dare, Nongsa, Batam, Kepulauan Riau, Sabtu (17/10/2020). Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggelar gerakan Bersih, Indah, Sehat dan Aman (Bisa) yang bertujuan untuk mempersiapkan destinasi wisata yang memenuhi prinsip sanitasi dan higienitas agar lebih menarik dan mengikuti protokol kesehatan.
Foto: Antara/Teguh prihatna
Warga bergotong royong membersihkan lingkungan area wisata kawasan Pantai Mak Dare, Nongsa, Batam, Kepulauan Riau, Sabtu (17/10/2020). Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggelar gerakan Bersih, Indah, Sehat dan Aman (Bisa) yang bertujuan untuk mempersiapkan destinasi wisata yang memenuhi prinsip sanitasi dan higienitas agar lebih menarik dan mengikuti protokol kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pakar Pariwisata dari Universitas Andalas, Sari Lenggogeni, mengatakan, sertifikasi Cleanliness, Healthy, Safety, Environmet (CHSE) belum menjamin keamanan destinasi pariwisata.

Sari menjelaskan, di situasi saat ini, sektor apapun termasuk pariwisata, sektor utama yang menentukan adalah sektor kesehatan. Sayangnya, kata dia, sektor pariwisata secara nasional masih terkesan jalan sendiri. Termasuk, dalam proses sertifikasi CHSE untuk industri pariwisata.

"Ini perlu ditanya, sertifikasi itu bagaimana, apakah melibatkan Kementrerian Kesehatan? atau para pakar kesehatan untuk membuat itu?" kata Sari kepada Republika.co.id, Sabtu (17/10).

Lebih lanjut, Sari mengatakan, proses pengawasan penerapan CHSE pun belum jelas. Pihak-pihak yang benar-benar memastikan penerapan protokol perlu dipastikan, terlebih dalam aturan kapasitas orang di suatu tempat.

"Jangan sebatas andalkan sertifikasi, itu dananya saja sudah berapa? Yang paling penting manajemennya. Harus kolaborasi dan leading dari tim kesehatan," ujarnya.

Sari menambahkan, sektor pariwisata di Indonesia juga belum memiliki perencanaan pariwisata berbasis krisis dan bencana. Padahal, pariwisata sangat rentan terhadap bencana, termasuk bencana kesehatan.

Ia pun menyarankan, ketimbang sebatas mengandalkan sertifikasi yang belum jelas hasilnya, pemerintah bersama industri wisata perlu membuat kontrol pekerja pariwisat secara berkala. Hal itu perlu sinergi dan kolaborasi yang kuat dengan para pakar kesehatan agar langkah langkah yang diambil sesuai yang dibutuhkan dalam masa pandemi.

Di sisi lain, pemerintah harus mengencangkan edukasi etika berwisata kepada para wisatawan. Sebab, pada akhirnya, tingkah laku wisatawan juga yang mencerminkan potret sektor pariwisata Indonesia terhadap negara lain. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement