Ahad 18 Oct 2020 04:01 WIB

Bamsoet-Nanan Soekarna Bahas Dinamika dan Tantangan Polri

Polri harus bisa turut berperan menjaga keutuhan bangsa dari perpecahan. 

Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) usai ngobrol dengan Fahri Hamzah, di studio Podcast Ngompol di Jakarta, Rabu (14/10). Wawancara lengkapnya dapat disaksikan di Kanal YouTube Bamsoet Channel.
Foto: MPR
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) usai ngobrol dengan Fahri Hamzah, di studio Podcast Ngompol di Jakarta, Rabu (14/10). Wawancara lengkapnya dapat disaksikan di Kanal YouTube Bamsoet Channel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bertemu Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) periode 2011-2013 Komjen Pol (Purn) Nanan Soekarna, Sabtu (17/10). Keduanya membahas dinamika dan tantangan membangun Polri menjadi lebih profesional, modern, dan terpercaya (Promoter).

Bincang tersebut berlangsung di Poscast Ngompol (Ngomong Politik) YouTube Bamsoet Channel. "Gelombang reformasi yang mendera Indonesia pada 1998, turut membawa TNI dan Polri yang tadinya berada dalam satu kesatuan, terpisah menjadi dua bagian yang berdiri sendiri-sendiri serta masing-masing pimpinannya (Panglima TNI dan Kapolri) bertanggung jawab langsung kepada presiden," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta.

Menurut dia, landasan konstitusional pemisahan Polri dari TNI secara de jure dikukuhkan melalui TAP MPR No.VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dengan Polri, serta TAP MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan peran Polri. Bamsoet menjelaskan, berdasarkan kedua TAP MPR tersebut, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kemudian merealisasikan pemisahan TNI dengan Polri melalui Keputusan Presiden No.89 Tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Lalu pada tahun 2002, pemerintah bersama parlemen mengesahkan UU No. 2/2002 tentang Polri dan UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara. Sementara UU tentang TNI baru disahkan pada tahun 2004 melalui UU No. 34/2004," ujarnya.

Dia menilai, posisi Polri yang kembali bertanggung jawab langsung kepada presiden, sebagaimana pernah terjadi di era 1946-1959, membuat kedudukan institusi tersebut kembali kuat. Namun, menurut dia, bukan berarti semuanya berjalan mulus, Polri justru dihadapkan dengan berbagai persoalan, seperti mentalitas tidak terpuji dari personil, hingga belum terpenuhinya rasa keadilan masyarakat.

"Tetapi Polri mampu mengatasi berbagai permasalahan tersebut melalui berbagai aksi kerja nyata," katanya.

Dia mengatakan, pengakuan dunia internasional terhadap Polri terlihat pada laporan Global Law and Order Survey yang diselenggarakan The Gallup Organization tahun 2018, yang menempatkan Indonesia sebagai negara teraman ke-9 di dunia. Menurut dia, sebanyak 69 persen dari 148.000 responden di 142 negara percaya bahwa Polri mampu menjaga keamanan Indonesia. 

"Bukan berarti Polri bisa berpuas diri, banyak persoalan pekerjaan rumah masih perlu diselesaikan, terlebih sebentar lagi kita akan menghadapi Pilkada Serentak 2020. Polri harus bisa turut berperan menjaga keutuhan bangsa dari perpecahan akibat pilkada," ujarnya.

Bamsoet sepakat dengan Nanan bahwa personil Polri ke depan harus mengedepankan pendekatan humanisme karena sudah bukan masanya Polri mengutamakan kekuatan senjata dalam menjaga keamanan, ketertiban serta mengayomi masyarakat. Dia yakin, dengan mengedepankan sisi humanisme, Polri akan semakin dekat dengan masyarakat dan Polri juga harus berdiri di semua golongan.

"Tidak boleh memihak sekelompok orang saja. Saya yakin Polri kepercayaan masyarakat terhadap Polri akan terus meningkat," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement