Ahad 18 Oct 2020 07:52 WIB

Puluhan Ribu Orang di Thailand Turun ke Jalan

Para pengunjuk rasa menuntut pencopotan mantan penguasa militer Prayuth Chan-ocha.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Gita Amanda
Puluhan ribu orang turun ke jalan dalam gelombang protes di seluruh Bangkok dan kota-kota Thailand.
Foto: REUTERS/Jorge Silva
Puluhan ribu orang turun ke jalan dalam gelombang protes di seluruh Bangkok dan kota-kota Thailand.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Sebanyak puluhan ribu orang turun ke jalan dalam gelombang protes di seluruh Bangkok dan kota-kota Thailand lainnya pada Sabtu (17/10) lalu. Mereka menentang tindakan keras pemerintah setelah tiga bulan demonstrasi yang ditujukan kepada Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dan sistem monarki.

Banyak pengunjuk rasa mengatakan tergerak akibat penggunaan meriam air oleh polisi pada Jumat (16/10). Cara itu dilakukan polisi untuk membubarkan ribuan pengunjuk rasa yang dipimpin para pemuda yang termasuk banyak remaja.

Baca Juga

“Itu sudah melewati batas. Kami ingin menunjukkan kepada mereka kekuatan kami dan bahwa kami tidak dapat menerima ini," kata seorang pekerja kantoran berusia 27 tahun bernama Tang di antara ribuan orang yang berkumpul di stasiun Lat Phrao, Bangkok, seperti dilansir Reuters.

Upaya polisi untuk menggagalkan pengunjuk rasa dengan menutup jaringan transportasi umum Bangkok menjadi bumerang. Langkah itu justru menyebabkan protes lokal di seluruh kota yang melibatkan tiga pusat utama dan beberapa demonstrasi kecil lainnya. Ada juga demonstrasi di setidaknya enam kota di luar Bangkok.

Polisi tidak turun tangan untuk membubarkan peserta unjuk rasa kali ini. Demonstrasi pun bubar setelah beberapa jam dilakukan.

"Kami akan bernegosiasi. Penegakan hukum akan dilakukan selangkah demi selangkah, menggunakan metode yang mengikuti standar internasional," kata juru bicara polisi, Yingyos Thepjamnong.

Istana Kerajaan tidak mengomentari protes tersebut. Namun, raja mengatakan Thailand membutuhkan orang-orang yang mencintai negara dan monarki. "Tidak ada menang atau kalah bagi pihak manapun. Itu semua merusak negara," kata juru bicara pemerintah, Anucha Burapachaisri.

Para pengunjuk rasa menuntut pencopotan mantan penguasa militer Prayuth Chan-ocha. Mereka juga secara terbuka mengkritik Raja Maha Vajiralongkorn, meskipun ada undang-undang yang mengancam 15 tahun penjara karena menghina monarki.

Pengunjuk rasa mengatakan monarki telah membantu melestarikan pengaruh politik selama bertahun-tahun oleh tentara dan berusaha mengekang kekuasaannya. Demonstran pun berhadapan dengan perintah larangan semua pertemuan politik yang terdiri dari lima orang atau lebih. Polisi telah menangkap lebih dari 50 orang, termasuk beberapa pemimpin protes dalam seminggu terakhir.

“Saya mengutuk mereka yang menindak para pengunjuk rasa dan mereka yang memerintahkannya,” kata Pemimpin Protes, Tattep Ruangprapaikitseree, setelah dibebaskan dengan jaminan setelah penangkapannya pada Jumat.

Uang jaminan juga diberikan kepada salah satu dari dua aktivis yang dituduh mencoba menyakiti ratu setelah pengunjuk rasa meneriaki iring-iringan mobilnya pada Rabu (14/10). Raja dan ratu menghabiskan sebagian besar waktunya di Eropa dan melakukan kunjungan terlama ke Thailand tahun ini.

Raja sebagian besar tinggal di Jerman dan seorang diplomat Jerman mengatakan bahwa pemerintah memantau perkembangan politik di Thailand. “Bentrokan kekerasan lebih lanjut harus dihindari. Ekspresi damai harus dimungkinkan," kata diplomat itu.

Kelompok hak asasi manusia mengutuk lusinan penangkapan dan penggunaan kekerasan terhadap protes damai. “Pemerintah yang peduli dan Perserikatan Bangsa-Bangsa harus berbicara secara terbuka untuk menuntut segera diakhirinya represi politik oleh pemerintahan Prayuth,” kata direktur Asia di Human Rights Watch, Brad Adams.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement