REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Presiden Moeldoko menyadari keputusan menyusun dan menggolkan UU Cipta Kerja akan memiliki dua sisi. Ia mengatakan, di satu sisi pemerintah mendorong pengesahan UU Ciptaker untuk memotong rantai birokrasi dan aturan yang berbelit, tetapi di sisi lain masyarakat menolaknya.
"Langkah pemerintah ini memang memunculkan risiko dan perdebatan. Tetapi seorang pemimpin harus berani mengambil risiko, seperti yang dilakukan Presiden Jokowi," ujar Moeldoko dalam jawaban tertulis yang disampaikan, Sabtu (16/10).
Moeldoko melihat sosok Presiden Jokowi sebagai pemimpin yang tidak takut mengambil risiko, seperti yang dilakukan saat ini melalui UU Cipta Kerja. Presiden, ujarnya, sedang mengambil sikap terhadap hambatan-hambatan investasi. Selain itu, presiden juga menyiapkan strategi untuk menampung penduduk usia pekerja jumlahnya melonjak tajam
"UU Cipta Kerja ini merupakan salah satu pendekatan inovasi sosial yang mendesak perlu dilakukan Presiden. Kita menyadari bonus demografi ke depan tentunya luar biasa. Sementara 80 persen angkatan kerja tingkat pendidikannya masih rendah. Setiap tahun ada penambahan 2,9 juta angkatan kerja baru," ujar Moeldoko.
Atas dasar itulah, ujar Moeldoko, pemerintah mutar otak untuk menyiapkan sebanyak mungkin lapangan kerja baru. Salah satunya dengan menyederhanakan dan mensinkronisasikan berbagai regulasi, yang Moeldoko sebut hyper-regulation sebagai penghambat penciptaan lapangan kerja.