Ahad 18 Oct 2020 14:51 WIB

MAKI: Napoleon Bisa Ajukan Justice Collaborator 

'Saya yakin Napoleon bukan gertak sambal belaka,' kata koordinator MAKI.

Rep: Ali Mansur/ Red: Ratna Puspita
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menganggap serius 'nyanyian' Irjen Napoleon Bonaparte terkait kasus tindak pidana korupsi menghilangnya red notice milik Djoko Tjandra. MAKI pun menyarankan Napoleon mengajukan diri sebagai justice collaborator dalam kasus yang menyeret namanya. 

"Bisa ajukan justice collaborator, saya harap dia mengajukan. Ini bisa membuka yang lebih besar atau membuka seterang-terangnya," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman, saat dihubungi, Ahad (18/10).

Baca Juga

Boyamin mengatakan, dengan menjadi justice collaborator, kasus dugaan suap penghapusan red notice tersebut bisa dibuka dengan terang-benderang sehingga terungkap semua nama yang terlibat. Ini juga memudahkan hakim dalam pembuktian di pengadilan.

"Saya menganggapnya itu serius, saya senang sekali menunggu pernyataan pak Napoleon nanti di persidangan karena saya yakin Napoleon bukan gertak sambal belaka. Karena apapun yang dia katakan, prosesnya dia tahu siapa saja yang terlibat," kata dia.

Menurut Boyamin, kepolisian seharusnya bersikap proaktif untuk bisa membuka kasus tindak pidana korupsi iini selebar-lebarnya agar tidak ada kesan yang ditutupi saat di persidangan nanti. Apalagi, Bonaparte berjanji bakal membuka semuanya terkait kasus red notice milik Djoko Tjandra.

Boyamin mengatakan, setidaknya ada tiga hal yang bisa diungkap dari pernyataan Napoleon. Pertama, ada pihak lain atau dari Kepolisian yang diduga terlibat dalam perkara ini. 

Kedua, Djoko Tjandra yang menjadi sentral perkara ini diduga memiliki perkara dengan instansi lainnya. Ketiga, Napoleon diduga memiliki data lain rekan-rekannya di kepolisian.

"Pak Napoleon barangkali dalam konteks itu akan bisa membuka ketiganya malahan," kata Boyamin.

Sebelumnya, Mabes Polri tidak gentar menanggapi ancaman Napoleon. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan Polri siap mendengarkan ancaman Napoleon di persidangan nanti. 

"Biarlah kita dengar keterangannya di sidang pengadilan seperti apa," tegas Argo.

Dalam kasus penghapusan red notice itu, Djoko Tjandra diduga sepakat dengan Tommy Sumardi untuk melobi mantan kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo agar meminta Napoleon menghapus status daftar pencarian orang (DPO) Djoko Tjandra di red notice dan imigasi. Dengan penghapusan itu, Djoko Tjandra dapat masuk ke Indonesia tanpa diketahui. 

Selanjutnya, atas kompensasi atas penghapusan red notice tersebut, Djoko Tjandra memberikan uang Rp 10 miliar kepada Tommy Sumardi. Sebanyak Rp 7 miliar diberikan kepada Napoleon lewat perantara Tommy Sumardi, dalam pecahan mata uang dolar Singapura, dan AS. Sedangkan untuk Prasetijo, Tommy memberikan kompensasi senilai 20 ribu dolar atau sekitar Rp 296 juta. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement