REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) kembali akan turun ke jalan pada Selasa (20/10) mendatang. Aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja ini kembali dilakukan karena aspirasi yang mereka sampaikan dalam demonstrasi Jumat (16/10) lalu dinilai tidak digubris Presiden Joko Widodo (Jokowi) selaku pemegang kekuasaan tertinggi.
Dalam aksi unjuk rasa oleh BEM SI pada Jumat kemarin, Staf Khusus Presiden Aminuddin Maruf memang keluar istana untuk menemui pendemo. Namun, sosok stafsus milenial tersebut dianggap tidak cukup mewakili Presiden Jokowi. Massa aksi ingin Presiden Jokowi langsung memberi respons atas penolakan UU Cipta Kerja yang mereka sampaikan.
"Harapan (kami) bisa bertemu langsung dengan Presiden Jokowi. Tapi yang menemui massa aksi bukan orang yang kami harapkan, melalui stafsus milenial yang dirasa bukan representasi dari Presiden RI," ujar Koordinator Pusat Aliansi BEM se-Indonesia Remy Hastian dalam keterangannya, Ahad (18/10).
Belum puasnya mahasiswa dalam menyuarakan aspirasi ini membuat BEM SI akan kembali melakukan aksi mendesak pencabutan UU Cipta Kerja dan mengusung tagar mosi tidak percaya terhadap pemerintah dan DPR.
"Sekaligus bertepatan dengan satu tahun kerja Bapak Jokowi-Maruf Amin. Aksi ini damai dan lepas dari semua tindakan anarkis sebagai perwujudan gerakan intelektual dan moral mahasiswa Indonesia," kata Remy.
Sejumlah tuntutan yang masih akan diusung BEM SI dalam unjuk rasa pekan depan, terutama mendesak Presiden Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) demi mencabut UU Ciptaker yang terlanjut disahkan pada Senin (5/10) lalu.
Poin aspirasi kedua, mengecam tindakan pemerintah yang berusaha mengintervensi gerakan dan suara rakyat atas penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Ketiga, mengecam berbagai tindakan represif aparat terhadap seluruh massa aksi.
Terakhir, mengajak mahasiswa seluruh Indonesia bersatu untuk terus menyampaikan penolakan atas UU Cipta Kerja hingga UU Cipta Kerja dicabut dan dibatalkan.