REPUBLIKA.CO.ID, KARACHI -- Puluhan ribu masyarakat Pakistan turun ke jalan di kota Karachi. Mereka menuntut Perdana Menteri Imran Khan untuk mundur dari jabatannya.
Pengunjuk rasa menilai Khan mencurangi pemilihan umum 2018 lalu. Pada bulan lalu sembilan partai oposisi membentuk sebuah wadah gabungan yang dinamakan Pakistan Democratic Movement (PDM).
"Anda mencuri pekerjaan dari rakyat, Anda mencuri makanan dua kali satu hari dari rakyat," kata ketua oposisi Maryam Nawaz dalam orasinya, Senin (19/10).
Nawaz merupakan putri dari mantan perdana menteri tiga periode Nawaz Sharif. Kehadirannya menarik banyak kerumunan berkumpul.
Unjuk rasa ini semakin besar di hari ketiga. "Petani-petani kami kelaparan di rumah mereka, remaja kami kecewa," kata ketua oposisi lainnya Bilawal Bhutto Zardari.
Unjuk rasa ini digelar saat Pakistan mengalami krisis ekonomi yang diperparah pandemi virus corona. Inflansi di negara itu mencapai dua digit dan pertumbuhan negatif.
Oposisi menilai hal itu disebabkan oleh kegagalan pemerintahan Khan. Perdana menteri yang menjabat di tahun keduanya itu menyensor dan menindak keras kritikus dan pemimpin oposisi.
"Inflasi mematahkan punggung orang miskin yang terpaksa mengemis untuk memberi anak mereka makan," kata Faqeer Baloch, dalam orasinya di Karachi.
"Saat ini sudah saatnya pemerintah mundur, mundur Imran mundur," tambah Baloch.
Pemilihan umum selanjutnya dijadwalkan pada tahun 2023. Sebelum unjuk rasa di Karachi ini aliansi oposisi sudah menggelar demonstrasi di timur Gujranwala yang menjadi protes terhadap terbesar sejak Khan menjabat sebagai perdana menteri.
Dalam unjuk rasa di Gujranwala, Sharif yang berada di London menyampaikan pidato dalam sambungan video. Ia menuduh Jenderal Qamar Javed Bajwa mencurangi pemilihan 2018 dan menggulingkannya pada tahun 2017.