Senin 19 Oct 2020 08:53 WIB

Balas AS, China Keluarkan Undang-Undang Baru Batasi Ekspor

Pembatasan ekspor berlaku untuk produk sipil, militer, dan barang teknologi.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
China telah mengeluarkan undang-undang baru yang membatasi aktivitas ekspor. Pembatasan ini dilakukan untuk melindungi keamanan nasional di China.
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
China telah mengeluarkan undang-undang baru yang membatasi aktivitas ekspor. Pembatasan ini dilakukan untuk melindungi keamanan nasional di China.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China telah mengeluarkan undang-undang baru yang membatasi aktivitas ekspor. Pembatasan ini dilakukan untuk melindungi keamanan nasional di China. Langkah ini sekaligus sebagai balasan untuk Amerika Serikat (AS) yang sempat berseteru dengan China terkait perdagangan dan teknologi.

Dilansir AP News, Ahad (18/10), Undang-undang baru itu akan berlaku untuk semua perusahaan di China. Beleid tersebut telah disahkan pada Sabtu lalu oleh Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional dan akan mulai berlaku pada 1 Desember mendatang.

Melalui hukum, China dapat melakukan aksi balasan terhadap negara atau wilayah yang menyalahgunakan aturan ekspor. Pembatasan ekspor dalan undang-undang baru akan berlaku untuk produk sipil, militer dan nuklir, serta barang, teknologi, dan layanan yang terkait dengan keamanan nasional. Daftar produk yang dibatasi akan dipublikasikan secepatnya. 

Undang-undang baru memungkinkan Beijing untuk membalas dendam terhadap AS. Dalam beberapa bulan terakhir, AS telah memblokir perusahaan teknologi China seperti Huawei, aplikasi TikTok Bytedance dan aplikasi perpesanan Tencent WeChat dengan alasan menimbulkan ancaman keamanan nasional, termasuk data mereka. 

Perusahaan dan individu yang membahayakan keamanan nasional dengan melanggar undang-undang kontrol ekspor baru, termasuk yang berada di luar China, dapat menghadapi tuntutan pidana. Pelanggaran hukum, seperti mengekspor barang tanpa izin, dapat mengakibatkan denda 5 juta yuan atau setara Rp 11 miliar atau hingga 20 kali nilai bisnis dari transaksi ilegal.

Undang-undang baru tersebut menambah ketidakpastian yang berkembang dari kesepakatan Bytedance untuk menjual aplikasi videonya TikTok ke perusahaan AS Oracle Corp. Pada bulan Agustus, China menambahkan teknologi termasuk pengenalan suara, analisis teks, dan rekomendasi konten ke daftar ekspor yang diatur.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement