Senin 19 Oct 2020 10:29 WIB

Ribuan Massa Demonstrasi di Belarusia Meski Diancam Senjata

Kepolisian Belarusia diizinkan menggunakan senjata api untuk menghadapi demonstran.

Red: Nur Aini
 Para pengunjuk rasa bertepuk tangan kepada seorang pembicara selama rapat umum oposisi untuk memprotes hasil resmi pemilihan presiden di Minsk, Belarusia, Minggu, 20 September 2020. Puluhan ribu warga Belarusia yang menyerukan presiden otoriter untuk mundur berbaris melalui ibu kota pada hari Minggu ketika negara itu melambai protes memasuki minggu ketujuh. Ratusan tentara memblokir pusat Minsk, mengerahkan meriam air dan pengangkut personel lapis baja serta mendirikan penghalang kawat berduri.
Foto: AP/TUT.by
Para pengunjuk rasa bertepuk tangan kepada seorang pembicara selama rapat umum oposisi untuk memprotes hasil resmi pemilihan presiden di Minsk, Belarusia, Minggu, 20 September 2020. Puluhan ribu warga Belarusia yang menyerukan presiden otoriter untuk mundur berbaris melalui ibu kota pada hari Minggu ketika negara itu melambai protes memasuki minggu ketujuh. Ratusan tentara memblokir pusat Minsk, mengerahkan meriam air dan pengangkut personel lapis baja serta mendirikan penghalang kawat berduri.

REPUBLIKA.CO.ID, MINSK -- Ribuan orang yang menuntut pengunduran diri Presiden Alexander Lukashenko, turun ke jalan di ibu kota Belarusia, Minsk pada Ahad (19/10) meski ada ancaman penggunaan senjata oleh aparat terhadap demonstran.

Belarus, bekas republik Soviet yang bersekutu dekat dengan Rusia, diguncang serentetan aksi protes sejak otoritas mengumumkan bahwa Lukashenko, yang memerintah secara otoriter sejak 1994, kembali unggul pada pemilu 9 Agustus, dengan perolehan suara 80 persen. Kantor Berita Interfax menyebutkan jumlah demonstran di atas 30.000 orang. Menurutnya, sekitar 50 demonstran ditangkap polisi dan sinyal pita lebar seluler di sejumlah daerah di kota tersebut mengalami gangguan.

Baca Juga

Disebutkan pula bahwa suara keras seperti granat kejut terdengar dekat dengan kerumunan massa. Pejabat polisi senior pekan lalu mengatakan aparat kepolisian akan diizinkan menggunakan senjata api untuk menghadapi demonstran.

Pasukan keamanan menahan lebih dari 13.000 orang sejak pemilu, termasuk semua pemimpin oposisi yang signifikan, yang belum meninggalkan negara tersebut. Pihaknya juga menekan media independen.

Pemimpin oposisi Sviatlana Tsikhanouskaya, yang menyelamatkan diri ke Lithuania, pekan lalu mendesak Lukashenko agar mundur sampai 25 Oktober atau menghadapi apa yang menurutnya bakal menjadi aksi nasional yang melumpuhkan Belarusia.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement