Senin 19 Oct 2020 12:00 WIB

Mengapa LSM Eropa Sebut Islamofobia Wujud Akal Sehat?

SIAN organisasi Anti-Islam gigih menyebarkan Islamofobia di Eropa.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
SIAN organisasi Anti-Islam gigih menyebarkan Islamofobia di Eropa. Peta Benua Eropa
Foto: en.wikipedia.org
SIAN organisasi Anti-Islam gigih menyebarkan Islamofobia di Eropa. Peta Benua Eropa

REPUBLIKA.CO.ID, SIAN, organisasi yang aktif menyuarakan Islamofobia dan anti-Islam di Eropa mempunyai moto: Rasisme adalah bentuk paling rendah dari kebodohan manusia, tetapi Islamofobia wujud tertinggi dari akal sehat.

Organisasi yang sebelumnya merupakan Komite Aksi Menolak Azan (Aksjonskomiteen mot bønnerop) itu mengklaim anggotanya mencapai tiga ribu orang. Mereka aktif di berbagai platform media sosial. Sebelum 2012, organisasi ini berada dalam struktur Stop Islamization of Europe (SIOE).  

Baca Juga

Mengapa sampai ada semboyan seaneh ini? Andrew Shryock dalam Islamophobia/Islamophilia: Beyond the Politics of Enemy and Friend (2010) menunjukkan, kelahiran istilah Islamofobia cenderung baru. Istilah ini mulai dipakai di Inggris pada 1990-an, tetapi kemudian merebak luas sejak Tragedi 9/11.

Islamofobia umumnya dipahami sebagai ketakutan yang digeneralisasi terhadap Islam dan orang Muslim. Di Eropa, sentimen anti-Muslim mengemuka seiring dengan pertumbuhan jumlah imigran dari Afrika dan Asia Barat. Kalangan politikus sayap-kanan pun kerap mendiskreditkan Islam demi menggaet pemilih.

Shryock mengatakan, Islamofobia mengusung stereotip, kaum Muslimin adalah ekstremis yang kejam, anti-Yahudi, anti-Kristen, menolak demokrasi, menindas perempuan, dan terbelakang secara budaya. SIOE tampaknya ingin menyuburkan semua stereotip ini sehingga memakai semboyan Islamofobia [adalah] wujud tertinggi dari akal sehat.

Shryock menjelaskan, selain Islamofobia, ada pula Islamofilia. Philia dari bahasa Yunani yang berarti 'cinta.' Islamofilia bermakna 'menyenangi [orang] Islam.' Namun, Shryock mendeteksi, baik Islamofobia maupun Islamofilia bergerak dalam logika yang sama: politik ketakutan (politics of fear).

Keduanya memandang Islam dan Muslim sebagai pihak lain (the other) yang layak ditakuti. Bedanya, Islamofobia menatap penuh kebencian. Sementara itu, pandangan Islamofilia difilter dengan kacamata: baik-buruk.

Seorang Muslim dinilai baik selama ia cinta damai (meyakini jihad hanya perjuangan spiritual, bukan tindakan 'amar ma'ruf nahi munkar'); menghargai kebebasan perempuan (tidak pernah mengimbau perempuan berhijab); moderat secara politik (menentang konflik bersenjata terhadap Amerika Serikat dan Israel); dan sebagainya.

Singkatnya, Muslim yang tidak perlu ditakuti berpikir dan bertindak sama seperti kita (Barat/sekularisme). Di luar itu, mereka perlu diperbaiki agar tidak menakutkan.

Semboyan SIOE di atas pun dapat dimengerti dalam logika politics of fear demikian. Ia juga menunjukkan egosentrisme Barat. Mereka mengecam rasisme (rasisme merupakan bentuk paling rendah dari kebodohan manusia) tanpa pernah bersedia memahami bahwa Islam pun mengecam rasisme (lihat surat al-Hujurat ayat 13).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement