Senin 19 Oct 2020 13:38 WIB

Jamu Tersangka, MAKI: Kajari Jaksel Perlu Dievaluasi

MAKI mengkritik Kejari yang menjamu tersangka kasus red notice Djoko Tjandra.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai jamuan yang dilakukan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan Anang Supriatna terhadap tersangka kasus red notice Djoko Tjandra patut dievaluasi. MAKI berpendapat bahwa kajari Jakarta Selatan perlu diganti menyusul sikapnya tersebut.

"Kajari berdalih harga soto tidak sampai 20 ribu, tapi berapapun harganya adalah jamuan tersebut tidak lazim. Jadi apapun sikap kajari ini patut dievaluasi dan diganti karena prosesnya yang menjadikan ini sebuah perbedaan semua," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Jakarta, Senin (19/10).

Baca Juga

Boyamin mengatakan, jamuan yang dilakukan terhadap dua tersangka jendral tersebut tidak ditemukan pada tersangka lainnya. Menurutnya, kajari telah memperlihatkan sikap memprihatinkan dan berlebihan menyusul adanya perbedaan perlakuan tersebut.

Dia mengatakan, penyerahan barang bukti dan tersangka saat ini telah menggunakan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) baik di tingkat kejaksaan agung, kejaksaan tinggi hingga kejaksaan negeri. Lanjutnya, proses penyerahan juga sederhana dan tidak membutuhkan waktu panjang.

Boyamin mengungkapkan, komunikasi penyidik dan penuntut umum biasanya juga terkait kesehatan dan pemahaman tersangka akan kasus mereka. Lanjutnya, proses itu biasa terjadi menggunakan ruangan khusus dalam sistem PTSP tersebut.

"Jadi sebenarnya cukup disitu (PTSP) ada ruangannya untuk serah terima orang dan barang bukti dan cukup lah kira-kira satu jam karena prosesnya tidak lama sehingga tidak perlu melakukan jamuan makan," katanya.

Boyamin melanjutkan, kalaupun ada anggaran makan itu hanya tersedia bagi saksi dan tersangka yang menjalani pemeriksaan dalam proses penyidikan. Hal itu membantah pengakuan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Anang Supriatna yang menyebut jamuan makan terhadap dua jenderal polisi ada anggarannya.

"Jadi bukan pada saat penyerahan seperti ini karena penyidikan kasus yang red notice ini di bareskrim dan itu sudah cukup. Jadi menurut saya itu berlebihan," katanya.

Dia kemudian membandingkan perlakuan yang diterima dua tersangka jendral dengan para aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Dia mengatakan, kedua tersangka jendral bahkan tidak mengenakan baju tahanan dalam penyerahan barang bukti tersebut padahal kasus mereka telah memenuhi proses P21.

Sedangkan, para aktivis KAMI meski berstatus tersangka namun proses hukum mereka belum P21 oleh jaksa. Dia mengatakan, saat ini para aktivis KAMI dipamerkan menggunakan baju tahanan dengan borgol menggantung di tangan mereka.

"Sementara kasus oknum jendral ini sudah P21 artinya sudah lebih kuat dinyatakan sebagai pihak yang bertanggung jawan atas suatu kasus dan bukti sudah diaggap lengkap," katanya.

Sebelumnya, tersangka kasus Djoko Tjandra yang dijamu makan siang itu adalah Irjen Napoleon, Brigjen Prasetijo Utomo dan pengusaha Tommy Sumardi. Jamuan itu diberikan saat proses pelimpahan berkas dan tersangka pada Jumat (16/10).

Para tersangka disajikan makan siang soto ayam. Tak hanya untuk para tersangka, jamuan makan siang itu diklaim juga untuk jaksa dan kuasa hukum para tersangka. Faktor keamanan dijadikan alasan pemberian makan siang itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement