REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengumpulkan 58 siswa yang terlibat dalam aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law pada 8 Oktober 2020. Risma kemudian memberi pengarahan dan motivasi terhadap puluhan anak tersebut. Dari 58 anak yang dikumpulkan, 57 anak di antaranya merupakan SMP, dan satu sisanya masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Dalam arahannya, Risma meminta anak-anak tersebut tidak mudah dipengaruhi orang lain. "Jangan gampang dipengaruhi orang lain, ibu tidak mau kalian hancur," kata Risma dalam pengarahan dan motivasi yang berlangsung di SMPN 1 Surabaya, Senin (19/10).
Risma berulang kali mengatakan tak ingin anak-anak Surabaya ikut-ikutan sesuatu yang tidak dipahami. Risma meminta agar pelajar umur belasan tahun itu lebih mendengarkan orang tua mereka. Risma juga meminta agar siswa-siswa tersebut lebih fokus pada pendidikan, mengejar cita-cita, dan membanggakan orang tua.
"Ibu marah karena kalian menghianati orang tua kalian. Ibu tidak mau anak Surabaya menghianati orang tua. Orang tua kalian bermimpi, berharap bisa ngangkat derajat mereka," ujar Risma.
Risma menuding adanya pihak-pihak tertentu yang melibatkan anak-anak tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam aksi menolak Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law di Surabaya. Risma pun memprotes keras pelibatan anak-anak dalam aksi tersebut. Menurutnya melibatkan anak-anak dalam aksi tidak fair, karena anak-anak tersebut belum mengerti apa-apa.
"Tidak fair dan tidak adil kalau anak-anak di usia segini dilibatkan. Mereka belum mengerti apapun. Saya protes keras itu. Ada uu perlindungan anak yang saya gunakan bahwa mereka jangan digunakan lah," kata Risma.
Ari Susanti, salah satu orang tua dari siswa yang dikumpulkan mengaku, anaknya tak pernah pamit saat mengkuti aksi menolak UU Ciptaker atau Omnibus Law tersebut. Ari mengetahui anaknya terlibat aksi tersebut setelah diamankan oleh aparat kepolisian. "Gak tahu, gak pamit sama saya," ujarnya.