REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Dessy Suciati Saputri,
Inas Widyanuratikah
Kementerian Kesehatan mengatakan, pemerintah telah mendapat komitmen sejumlah produsen vaksin untuk vaksinasi 9,1 juta masyarakat Indonesia pada rentang November-Desember 2020. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto mengatakan ketersediaan vaksin tersebut berasal dari tiga farmasi vaksin asal China, yakni, Sinovac Biotech, Sinopharm dan CanSino Biological.
Yurianto memerinci, Sinovac Biotech telah memberikan komitmen mengirimkan vaksin Covid-19 tipe dual dose sebanyak 1,5 juta vaksin dalam dua pengiriman yakni 1,5 juta pada November dan 1,5 juta di Desember. Sinopharm memberi komitmen pengiriman 15 juta vaksin dengan tipe dual dose, sehingga bisa untuk vaksinasi 7,5 juta orang. Sementara, CanSino Biological memberi komitmen sebanyak 100 ribu dosis vaksin single dose yang bisa digunakan untuk 100 ribu orang
"Kalau ditotal dari November Desember kita sudah dapat kepastian ketersediaan untuk digunakan vaksinasi bagi 9,1 juta orang," ujar Yurianto saat saat keterangan persn kesiapan vaksin Covid-19 di Kemenkominfo, Senin (19/10).
Namun, Yurianto mengatakan, kepastian jumlah ketersediaan vaksin ini untuk dapat digunakan untuk masyarakat Indonesia tergantung izin penggunaan darurat dari Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) dan rekomendasi kehalalan dari Kementerian Agama maupun Majelis Ulama Indonesia. Sebab, pemerintah tetap memastikan vaksin dapat digunakan secara aman baik dari manfaat yakni mencegah sakit dari virus Covid-19 maupun aman dari aspek kehalalan.
Karena itu, saat ini, tim BPOM, MUI dan Kemenag ikut dalam rombongan kunjungan ke China untuk mengecek keamanan dan kehalalan vaksin Covid-19 dari tiga perusahaan farmasi tersebut.
"Emergency use yang dikeluarkan BPOM dan rekomendasi kehalalan MUI dan Kemenag sedang kami proses data sharing-nya, semua ini akan selesai akhir Oktober, setidaknya minggu pertama November kepastian keamanan dari aspek manfaat dari BPOM dan aspek kehalalan dikeluarkan dari aspek MUI dan Kemenag," ujarnya.
Ia mengatakan, jika kepastian didapat 9,1 vaksin itu aman dari dua perspektif itu maka vaksinasi tahap awal 2020 bisa dilaksanakan. Adapun, jika vaksinasi dilakukan, urutan yang mendapat vaksin orang yang lebih berisiko tertular yakni tenaga kesehatan di rumah sakit rujukan, diikuti petugas kesehatan di laboratorium rujukan Covid-19, tenaga kesehatan yang melakukan penelusuran kontak (contact tracing).
" Ini kelompok yang berisiko, jumlah kelompok ini hampir dua juta, tentu data ini akan kita update terus dengan dinas kesehatan di provinsi, kabupaten kota," ujarnya.
Selain itu, urutan selanjutnya adalah kelompok masyarakat yang berada di pelayanan publik, penegakan operasi yustisi protokol kesehatan, baik Satpol PP, anggota Polri maupun TNI. Baru kemudian, pegawai pengguna jasa bandara, stasiun, pelabuhan dan profesi berisiko lainnya.
"Total orientasi kita tentang ketersediaan jumlah vaksin, jika 9,1 juta izin keluar dari BPOM dan rekomendasi kemenag dan vaksin soal kehalalan maka sejumlah itu akan kami lakukan penyuntikan," katanya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari ini, meminta penyediaan vaksin Covid-19 di Indonesia tak dilakukan tergesa-gesa. Sebab, kata dia, proses penyediaan vaksin Covid dan implementasi vaksinasi nanti sangatlah kompleks.
“Saya juga minta yang berkaitan dengan vaksin. Vaksin ini saya minta jangan tergesa-gesa karena sangat kompleks,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas antisipasi penyebaran Covid-19 saat libur panjang akhir Oktober, Senin (19/10).
Pemerintah, kata Jokowi, juga harus melakukan komunikasi yang baik kepada masyarakat terkait penyediaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi. Sehingga tak timbul keresahan di masyarakat seperti halnya masalah UU Cipta Kerja.
“Menyangkut nanti persepsi di masyarakat, kalau komunikasinya kurang baik bisa kejadian kaya di UU Cipta Kerja ini,” kata dia.
Selain itu, ia juga mengingatkan proses pelaksanaan vaksinasi di lapangan tidaklah mudah. Ia meminta agar masyarakat yang akan mendapat vaksinasi pertama kali juga disiapkan dengan matang.
Karena itu, ia menekankan agar komunikasi publik mengenai vaksin ini dapat dilakukan dengan hati-hati dan baik kepada masyarakat. Jokowi mengatakan, pemerintah harus mampu menjelaskan secara jelas mengenai kehalalan vaksin, kualitas vaksin, serta terkait distribusi vaksin nantinya.
“Meskipun tidak semuanya kita sampaikan ke publik, harga ini juga tidak harus kita sampaikan ke publik. Siapa yang pertama disuntik terlebih dahulu, kenapa dia, harus dijelaskan betul kepada publik,” ujar Jokowi.
Jokowi tak ingin, kurangnya komunikasi publik justru akan menyebabkan munculnya masalah baru lagi. Komunikasi publik yang baik ini diharapkan dapat mencegah terjadinya kesalahpahaman informasi.
“Ini jangan sampai nanti dihantam oleh isu, diplintir, kemudian kejadiannya bisa masyarakat demo lagi karena memang sekarang masyarakat pada posisi yang sulit,” kata dia.
Sebelumnya, Direktur Rumah Konseling Muhammad Iqbal mengingatkan pemerintah agar mengkomunikasikan vaksin dengan benar ke masyarakat. Jangan sampai masyarakat beranggapan setelah vaksin ada lalu masalah pandemi Covid-19 langsung selesai.
Iqbal menilai, saat ini masih banyak masyarakat yang berpikir jika vaksin sudah ada maka protokol kesehatan tidak diperlukan lagi. Semuanya akan kembali seperti semula sebelum pandemi Covid-19 terjadi.
"Jadi ini bagian komunikasi masyarakat. Pemerintah perlu membuat edukasi terkait vaksin ini. Karena sebagian orang beranggapan vaksin itu obat untuk membunuh virus. Padahal ini untuk memperkuat daya tahan tubuh kita untuk melawan virus," kata Iqbal, dalam diskusi bertajuk 'Yakin dengan Vaksin?', Sabtu (17/10).
Iqbal berpendapat, peran Menteri Kesehatan menjadi penting. Menteri Kesehatan perlu muncul ke publik dan menjelaskan apa yang terjadi serta apa saja yang akan dilakukan pemerintah ke depan.
"Saya kira Menkes diperlukan, tampilah menjelaskan apa yang sudah dilakukan dan apa yang akan dilakukan ke depan," kata dia lagi.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan yang perlu didorong dalam pandemi bukan saja 3M (mencuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker). Namun, pemerintah juga perlu mengupayakan agar masyarakat makan makanan bergizi serta memiliki pikiran yang sehat.
Kedua hal tersebut akan mempengaruhi kondisi psikologis masyarakat. Jika psikologis masyarakat baik, maka imunitas akan tetap terjaga dan peluang tertular Covid-19 bisa menurun.