REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM - Israel mulai mengirimkan delegasi untuk melakukan kerja sama bilateral bidang perdagangan pertamanya dengan Bahrain, Ahad (18/10). Hal ini diumumkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di bawah kesepakatan normalisasi yang kontroversial dengan Bahrain.
Dalam pernyataan tertulis yang dilansir laman Anadolu Agency, Netanyahu mengatakan delegasi perdagangan pertama Israel ke Bahrain akan dipimpin oleh kepala Dewan Keamanan Nasional Meir Ben-Shabbat. Delegasi tersebut nantinya akan membahas berbagai masalah.
Delegasi akan membahas antara lain soal penerbangan, transportasi, teknologi, industri, perdagangan, keuangan, pariwisata, pertanian, hubungan diplomatik, kesehatan, dan budaya. Hal itu akan dibicarakan dalam pembicaraan dengan pejabat senior Bahrain dan Amerika.
"Selama kunjungan, protokol tambahan untuk pakta kontroversial baru-baru ini yang menormalkan hubungan diplomatik antara kedua negara juga akan ditandatangani," kata pernyataan tertulis tersebut.
Delegasi gabungan AS-Israel menuju Bahrain pada Ahad (18/10) pagi waktu setempat untuk menandatangani serangkaian perjanjian bilateral antara Yerusalem dan Manama, termasuk apa yang disebut Joint Communique yang secara resmi akan menjalin hubungan diplomatik antara kedua negara.
Laman Time of Israel mencatat, El Al Penerbangan 973 pada kode negara Bahrain dijadwalkan berangkat dari Bandara Ben Gurion Tel Aviv ke Manama pada pukul 11.00 dalam penerbangan penumpang nonstop pertama dari Israel ke kerajaan Teluk. Pada Ahad malam, delegasi AS yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Steven Mnuchin dan utusan khusus Gedung Putih untuk konflik Israel-Palestina Avi Berkowitz akan melanjutkan ke Uni Emirat Arab (UEA) untuk mengadakan pertemuan.
Namun, delegasi Israel yang dipimpin oleh Penasihat Keamanan Nasional Meir Ben-Shabbat dan Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Alon Ushpiz tidak akan bergabung dengan rekan-rekan Amerika mereka di Abu Dhabi. Sebaliknya, mereka dijadwalkan kembali ke Israel pada Ahad malam.
Pada 15 September Bahrain dan UEA setuju untuk membangun hubungan diplomatik, budaya, dan komersial penuh dengan Israel. Persetujuan disepakati setelah menandatangani perjanjian di Gedung Putih.
Kesepakatan tersebut telah menarik kecaman luas dari warga Palestina. Mereka mengatakan kesepakatan tersebut mengabaikan hak-hak mereka dan tidak melayani kepentingan Palestina.