Senin 19 Oct 2020 15:19 WIB

Demonstrasi di Cile Berakhir Rusuh, Gereja Ikut Dibakar

Demonstrai awalnya berjalan damai, dan berubah menjadi kerusuhan massal.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Demonstrasi di Cile
Foto: AP Photo/Miguel Arenas
Demonstrasi di Cile

REPUBLIKA.CO.ID, SANTIAGO -- Ribuan warga Cile berkumpul di alun-alun pusat Santiago untuk memperingati satu tahun aksi protes massa besar yang menewaskan lebih dari 30 orang pada Ahad (18/10) waktu setempat. Demonstrasi awalnya berjalan damai, namun berubah menjadi kerusuhan dan penjarahan pada malam hari.

Rakyat berkumpul mulai dari pagi di pusat kota dan seluruh kota di Cile. Banyak spanduk buatan sendiri berwarna pelangi yang menyerukan pemungutan suara "ya". Hal itu terkait referendum soal, apakah akan membatalkan konstitusi era kediktatoran negara, yang merupakan tuntutan utama pada protes tahun lalu.

Baca Juga

Demonstrasi diwarnai insiden kekerasan, penjarahan supermarket, dan bentrokan dengan polisi di seluruh ibu kota. Sirene truk pemadam kebakaran, barikade yang menyala di jalan raya, dan kembang api di jalan-jalan pusat kota menambah rasa kekacauan di beberapa lingkungan.

Menteri Dalam Negeri Cile Victor Perez meminta warga Cile untuk menyelesaikan perbedaan mereka dengan memberikan suara dalam referendum konstitusi 25 Oktober mendatang.

"Mereka yang melakukan tindakan kekerasan ini tidak ingin Cile menyelesaikan masalah kami melalui cara-cara demokratis," kata Perez. Dia  juga berjanji akan menghukum mereka yang melanggar batas pada demosntrasi kali ini.

Pada pagi hari setelah unjuk rasa damai, massa yang marah mencemooh dan mengancam seorang wali kota Partai Komunis. Kemudian, orang-orang bermasker mengebom markas polisi dan membakar gereja. Para pengacau menyerang gereja Santiago lainnya di sore hari, membakar puncak menara dan jalan-jalan sampingnya tersumbat asap.

Lebih dari 15 stasiun metro ditutup sementara di tengah kerusuhan. Polisi menembakkan gas air mata dan meriam air dalam pertempuran kecil dengan orang-orang yang terkadang melakukan kekerasan, bertudung dan bertopeng.

Protes tahun lalu, yang dimulai 18 Oktober, berkobar hingga pertengahan Desember ketika warga Cile berkumpul di seluruh negeri untuk menyerukan reformasi sistem pensiun, perawatan kesehatan dan pendidikan. Kerusuhan dan penjarahan mengakibatkan kerusakan dan kerugian miliaran dolar bagi bisnis dan infrastruktur negara. Kerusuhan itu membuat militer turun ke jalan untuk pertama kalinya sejak pemerintahan diktator Augusto Pinochet.

Polisi memperkirakan bahwa unjuk rasa Ahad ini menarik sekitar 25 ribu orang pada pukul 18.00 waktu setempat, jauh lebih kecil daripada protes terbesar 2019. Dalam beberapa hari terakhir, demonstrasi skala kecil dan insiden kekerasan yang terisolasi telah muncul kembali di Cile, ketika 6 juta warga ibu kota muncul dari isolasi berbulan-bulan setelah pandemi Covid-19.

Sebagian besar pengunjuk rasa Ahad mengenakan masker. Namun banyak yang terlihat dalam kelompok yang berdekatan, meningkatkan kekhawatiran tentang potensi risiko kesehatan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement