REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono
Kejaksaan Agung (Kejakgung) membantah anggapan adanya perlakuan istimewa terhadap tersangka Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono menjelaskan, pemberian makan siang oleh kejaksaan saat pelimpahan tersangka ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) merupakan perlakuan lumrah.
Menurut Hari, tim Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) di Kejakgung, tetap memanggil, dan memeriksa Kajari Jaksel Anang Supriatna untuk klarifikasi.
“Jadi kami menyampaikan, istilah dijamu makan siang itu, adalah tidak benar. Yang benar, kami (kejaksaan) mempunyai kewajiban memberikan makan siang kepada tersangka selama itu dalam proses pelimpahan perkara, dan barang bukti,” terang Hari Setiyono, saat ditemui di Biro Pers Kejakgung, Jakarta, Senin (19/10).
Tak cuma terhadap perkara korupsi, pelimpahan berkas perkara pidana umum, para tersangkanya, dikatakan Hari, tetap berhak dapat konsumsi. “Oleh karena itu, kami klarifikasi, bahwa apa yang diberitakan adanya perlakuan khusus dengan istilah dijamu terhadap tersangka NB, dan PU saat pelimpahan tersangka dan berkas perkara itu, tidak benar,” sambung Hari.
Ia menambahkan, dengan klarifikasi tersebut, pemeriksaan terhadap Anang Supriatna sudah dilakukan. “Saya rasa, dengan klarifikasi ini, mudah-mudahan masyarakat bisa melihat fakta yang sebenarnya,” sambung Hari.
Hari menceritakan, Kejakgung, sudah memintakan penjelasan kepada Kajari Anang terkait makan siang bersama tersebut. Diakui Hari, Kajari Anang memang bersama tersangka Napoleon, dan Prasetijo. Keduanya ditemani para penasehat hukum masing-masing mengadakan makan siang bersama di ruang pemeriksaan, penelitian, dan barang bukti di Kejari Jaksel, Jumat (16/10) lalu.
Makan siang itu bertepatan saat Bareskrim Polri melimpahkan berkas perkara kedua jenderal tersangka itu, terkait dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra. Menurut Hari, pelimpahan berkas perkara tersebut, bertepatan dengan waktu mepet ibadah shalat Jumat. Pun pas jam makan siang.
Kejari Jaksel, menurut Hari, punya prosedur operasional yang memberikan hak makan siang para tersangka. Tetapi saat itu, otoritas di Kejari Jaksel, kata Hari, tak sempat memesan nasi bungkus, ataupun paket konsumsi kotakan.
Karena itu, kata Hari, Kajari Anang meminta stafnya memesan menumakan siang dari kantin yang ada di Gedung Kejari Jaksel.
“Pada saat itu, menu yang disiapkan adalah soto, beserta nasi putih, dan minuman untuk makan siang masing-masing para tersangka, dan pengacaranya” ujar Hari menambahkan.
Meskipun kata Hari, menjadi hak para tersangka, pun para pengacara masing-masing untuk memesan makan siang tambahan. “Barang kali, dengan menambah menu itu sendiri, dengan membayar biayanya sendiri,” terang Hari.
Sebelumnya, pengacara Petrus Bala Pattyona, lewat akun sosial Facebook-nya, menampilkan dokumentasi jamuan makan siang kliennya, yakni tersangka Prasetijo bersama Kajari Anang saat pelimpahan berkas perkara, pada Jumat (16/10). Dalam dokumentasi tersebut, juga tergambar Napoleon, dan pengacaranya.
Prasetijo, dan Napoleon, adalah dua dari empat tersangka dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra. Keduanya, dituduh menerima uang Rp 7 miliar, dan Rp 296 juta dalam pecahan dolar dari Djoko Tjandra lewat peran Tommy Sumardi.
Dalam dokumentasi yang dipublikasikan pada 17 Oktober tersebut, Petrus menuliskan, jamuan makan siang bersama Kajari Jaksel, menjadi pengalaman yang istimewa baginya.
“Sejak saya menjadi pengacara tahun 1987, baru sekali ini di penyerahan berkas perkara tahap dua, istilahnya P21, yaitu penyerahan berkas perkara berikut barang bukti dan tersangkanya dijamu makan siang oleh Kepala Kejaksaan,” tulis Petrus.
Akan tetapi, setelah dokumentasi tersebut menjadi pemberitaan, Petrus menghapus foto-foto acara makan siang tersebut. Republika mencoba mengklarifikasi kepada Petrus terkait penghapusan dokumentasi tersebut, tetapi, Petrus tak merespons.
Berbicara terpisah, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak menilai, jamuan makan siang oleh kejaksaan itu, tak patut. Mengingat, yang diperlakukan tersebut adalah para tersangka korupsi.
Kepada Republika, Barita mengatakan, tetap akan memanggil Kajari Anang, untuk meminta klarifikasi. Komjak menilai, ada cacat etik terkait praktik yang dilakukan Kajari Anang.
“Pada prinsipnya, semua orang seharusnya sama di hadapan hukum. Tidak ada yang diistimewakan dalam penegakan prinsip eqality before the law,” terang Barita.
Terkait Kajari Anang, bukan sekali ini saja, ia diperiksa. Juli 2020, Anang juga pernah diperiksa JAM Was Kejakgung, terkait pertemuannya dengan Anita yang menjadi pengacara Djoko Tjandra. Pertemuan tersebut, terjadi di Kejari Jaksel, beberapa hari sebelum PN Jaksel menggelar sidang PK Djoko Tjandra.