REPUBLIKA.CO.ID, Dalam berumah tangga, pasangan suami-istri teruji dalam merawat cinta kasih satu sama lain. Rasulullah SAW merupakan contoh teladan bagaimana menjalani peran suami.
Suatu malam, Rasulullah pulang dari masjid. Sesampainya di rumah, Aisyah RA rupanya sedang tertidur lelap. Beliau lantas berupaya agar istrinya itu tidak tersentak bangun. Dengan pelan-pelan, Rasulullah SAW membuka pintu se hingga membiarkan istrinya beristirahat. Nabi SAW bahkan, memutuskan untuk tidur di luar kamar.
Rasulullah SAW juga tidak banyak protes terhadap istrinya. Sebuah riwayat menceritakan, suatu hari masakan Aisyah RA rasanya terlalu asin. Namun, Rasulullah SAW tetap menyanjung makanan itu tanpa berkomentar apa pun.
Sajian tersebut juga habis dilahapnya. Belakangan, Aisyah mencicipi masakannya sendiri dan sadar akan rasa yang terlampau asin. Begitulah sopannya Rasulullah SAW dalam menyampaikan suatu kekeliruan kepada istrinya.
Sebagai istri, wajar bila kecemburuan datang ketika suami menyebut-nyebut na ma perempuan lain. Aisyah RA pernah suatu ketika terbakar api cemburu karena merasa dirinya dibanding-bandingkan dengan Khadijah RA, istri pertama Rasulullah SAW.
Di sinilah peran Rasulullah SAW membimbing istrinya itu agar rasa cemburu tidak meningkat ke emosi yang tidak perlu. Sanjungan terhadap Khadijah RA tidak berarti menafikan peran satu istrinya kini, Aisyah. Rasulullah SAW sebagai seorang suami mampu mengubah kecemburuan istrinya menjadi cinta kasih.
Aisyah RA merupakan wanita cerdas dan beruntung. Kebersamaan dengan sosok Rasulullah SAW merupakan upaya belajar sepanjang hayat sebagai Muslimah.
Saat salah seorang sahabat bertanya, seperti apakah akhlak Rasulullah SAW. `Aisyah menyebutkan, Rasulullah SAW adalah `Alquran berjalan'. Akhlak Nabi Muhammad SAW adalah sesuai Alquran.
Suatu malam, Aisyah RA begitu heran mendapati suaminya sholat sunah berpuluh rakaat. Bahkan, kaki Rasulullah tampak bengkak-bengkak karena terlalu memaksakan diri.
Aisyah pun sempat bertanya, “Mengapa engkau melakukan ini, ya Rasulullah? Bukankah eng kau sudah dijamin masuk surga kelak oleh Allah? Apa jawab beliau? Rasulullah SAW dengan nada haru berkata bahwa, ibadah sholat ini sebagai upayanya memanjatkan rasa syukur kepada Allah.
Kitab Durratun Nashihin meriwayatkan kisah bagaimana Rasulullah SAW dan Aisyah berumah tangga. Suatu malam, Rasulullah SAW memutuskan untuk beranjak dari tempat tidurnya. Di sisinya, Aisyah masih terbaring dalam lelap.
Namun, suara ranjang yang berdenyit membuka mata Aisyah. Perempuan itu mendapati suaminya tidak lagi berbaring di sampingnya. Karena heran, `Aisyah lantas diam-diam keluar dari kamarnya.
Rasulullah SAW tahu bahwa istrinya itu sedang menguntitnya dari belakang. Ia lantas berhenti di bagian rumah yang cukup gelap. Ketika Aisyah melewatinya, dengan perlahan Rasulullah SAW menegur, “Engkau hendak ke mana, wahai Aisyah?” Yang ditanya pun terkejut. Dengan malu-malu, `Aisyah berupaya menutupi kecurigaannya.
Rasulullah SAW pun dapat menebak perasaan istrinya itu. Dengan tersipu, `Aisyah mengakui keheranannya, “Bagaimana mungkin tidak curiga, wahai suamiku, engkau pergi dari kamar tanpa permisi.”
Rasulullah SAW menasihati istrinya itu. “Itu berarti engkau telah dihinggapi setan. Padahal, tujuanku agar engkau bisa beristirahat dengan tenang. Sebab, aku mendapatkan giliran ronda berjaga malam ini,” kata Rasulullah SAW menjelaskan alasannya. `
Aisyah cukup tersentak, Apakah mungkin seorang istri utusan Allah juga dihinggapi setan? Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya setan itu mengalir dalam diri manusia mengikuti urat darahnya. Dijadikannya dada manusia itu sebagai mar kasnya. Kecuali, orang-orang yang dilindungi Allah.” `Aisyah bertanya lagi, siapa sajakah yang termasuk mendapatkan perlindungan Allah. Rasulullah SAW menerangkan, mereka adalah orang beriman yang memohon perlindunganNya dari jebakan setan.
Rumah tangga Rasulullah SAW dengan Aisyah RA bukan tanpa goncangan. Bencana datang ketika Aisyah ditimpa fitnah berselingkuh dengan seorang sahabat Rasulullah SAW. Wajah muram meliputi beliau. Batin `Aisyah bagaikan tercabik-cabik lantaran fitnah keji itu, yang diembuskan kaum munafik pimpinan Abdullah bin Ubay bin Salul.
Namun, Rasulullah SAW tidak pernah sekalipun menjatuhkan tudingan nista kepada istri-istrinya. Nabi SAW lantas memanjatkan doa dan memohon petunjuk kepada Allah SWT. Akhirnya, Allah SWT menurunkan bantahan terkait fitnah itu. Turunnya Alquran surat an-Nuur ayat 11 merupakan konteks demikian.