Senin 19 Oct 2020 22:12 WIB

Tarekat Sebagai Gerakan Politik

Aktivitas tarekat tidak hanya melawan kolonialisme.

Tarekat Sebagai Gerakan Politik. Foto: Tarekat memegang peranan penting dalam masyarakat Sudan (ilustrasi).
Foto: http://www.incendiaryimage.com
Tarekat Sebagai Gerakan Politik. Foto: Tarekat memegang peranan penting dalam masyarakat Sudan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivitas tarekat tidak hanya melawan kolonialisme, melainkan di kancah politik secara umum. Para penguasa sering kali memandang tarekat sebagai sumber kekuatan spiritual, sekaligus alat melegitimasi dan mengukuhkan posisinya di mata rakyat. Gerakan tarekat memiliki potensi politik besar lantaran sifat kohesif dan kemampuannya memobilisasi massa. Dengan karakter ini, tarekat bahkan mampu menjadi basis pembentukan negara, seperti Tarekat Sanusiyah di Libya.

Di Senegal, sejak masa penjajahan Prancis, Tarekat Muridiyah telah berada di panggung politik. Hal serupa terjadi di Sudan Mesir, Irak, Kurdistan, dan Turki. Azra menambahkan, tarekat juga memainkan peran dalam sejarah dan politik Muslim di Eropa Timur, terutama Albania, Kosovo, Bosnia, dan Bulgaria. Yang paling dominan, antara lain Tarekat Khalwatiyah, Rifaiah, Naqsyabandiyah, Qadiriyah, Maulawiyah, Malamiyah, dan Tijaniah. Kiprah mereka beragam, mulai dari tulang punggung partai politik, penasihat raja, hingga oposisi pemerintah.

Baca Juga

Sebagian mampu bertahan pada masa kejayaan rezim komunis. Pusat tasawuf dan tarekat, seperti Sarajevo, Ruscuk, Razgrad, dan Sumen (Bulgaria) tetap aktif melakukan praktik sufistis dan mengalami kebangkitan setelah jatuhnya komunisme. Dalam Perang Bosnia awal 1990-an, tarekat Naqsyabandiyah dan Qadiriyah menjadi salah satu jaringan organisasi militer Bosnia melawan militer Serbia dan Kroasia. Sejumlah syekh sufi menjadi komandan tentara dan jenderal.

Tarekat Naqsyabandiyah merupakan salah satu yang paling besar, dengan cabang-cabangnya di hampir seluruh dunia Islam. Menurut Martin van Bruinessen dalam Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, kebanyakan pengikut Tarekat Naqsyabandiyah menjalin hubungan baik dengan penguasa. Banyak syekh memiliki pengaruh kuat di kalangan elite politik. Di Turki, Sultan Bayazid II (akhir abad ke-15) terkenal sebagai penguasa yang memiliki hubungan akrab dengan berbagai guru tarekat. Sementara di India, Sultan Aurangzeb juga dipengaruhi oleh beberapa syekh Naqsyabandiyah. Mereka menaruh andil besar dalam menciptakan perubahan kehidupan beragama pada masa itu.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement