REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Militer Amerika Serikat pada Ahad (18/10) membela serangan yang dilakukan terhadap milisi Taliban pekan lalu, ketika kelompok gerilyawan itu menuduh Washington melanggar perjanjian yang ditandatangani.
Serangan besar-besaran Taliban di provinsi selatan, Helmand, dalam upaya merebut ibu kota provinsi itu telah memicu serangan udara AS untuk mendukung pasukan keamanan Afghanistan yang diserbu.
"Pasukan Amerika telah melanggar perjanjian Doha dalam berbagai bentuk dengan melakukan serangan udara yang berlebihan menyusul perkembangan baru di Helmand," kata juru bicara Taliban Qari Muhammad Yousuf Ahmadi dalam pernyataan.
Perjanjian AS-Taliban, yang ditandatangani di Doha, menetapkan pasukan asing untuk meninggalkan Afghanistan dengan imbalan jaminan keamanan dan janji dari kelompok gerilyawan untuk duduk bersama pemerintah Afghanistan guna menemukan penyelesaian damai atas perang puluhan tahun.
Kolonel Sonny Leggett, juru bicara pasukan AS, membantah bahwa serangan itu melanggar kesepakatan.
"Seluruh dunia telah menyaksikan operasi ofensifTaliban di Helmand, serangan yang melukai dan menyebabkan ribuan warga sipil Afghanistan yang tidak bersalah mengungsi," kata Leggett di Twitter. Ia mengulangi seruan kepada "semua pihak" untuk mengurangi kekerasan.
Utusan khusus AS Zalmay Khalilzad, yang bertemu dengan Taliban pekan lalu di Doha untuk menyetujui "pengaturan ulang" komitmen mereka, mengatakan kekerasan masih terlalu tinggi.
"Tuduhan pelanggaran yang tidak berdasar dan retorika yang menghasut tidak memajukan perdamaian," kata dia di Twitter pada Senin. Khalizad mendesak kesepakatan dipatuhi secara ketat soal penarikan pasukan dan pengurangan kekerasan secara bertahap.
Sementara pertempuran besar minggu lalu di Helmand telah mereda, kekerasan di tempat lain terus berlanjut. Sejak Sabtu (17/10), bentrokan Taliban dengan pasukan keamanan di beberapa distrik di timur laut Badakhshan, termasuk ibu kotanya, Faizabad, telah menewaskan sedikitnya empat anggota pasukan.
Pembicaraan antara Taliban dan negosiator pemerintah Afghanistan dimulai pada September di Doha, tetapi prosesnya bergerak lambat. Sementara itu, kekerasan meningkat faktor yang menurut para diplomat dan pejabat melemahkan kepercayaan yang diperlukan agar perundingan berhasil.