REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa peninjauan komponen dan jenis Kebutuhan Hidup Layak (KHL), yang akan berlaku lima tahun ke depan, berbarengan dengan pandemi Covid-19, yang berdampak pada perlambatan ekonomi. Akibatnya, ada perubahan komponen dan jenis KHL lebih rendah dari yang ditetapkan lima tahun lalu.
"Dalam kondisi saat ini, pemerintah masih terus mendengar seluruh pihak terkait formulasi kebijakan pengupahan yang terbaik di masa pandemi Covid-19," kata Plt Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI & Jamsos) Kemenaker, Haiyani Rumondang, saat membuka Dialog Dewan Pengupahan se-Indonesia tentang hasil peninjauan komponen dan jenis KHL Tahun 2020, dalam keterangan pers, Senin (19/10).
Dari sudut pandang buruh, Haiyani mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 berdampak penurunan penghasilan yang diterima sehingga mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup buruh dan keluarganya. Namun, ia mengatakan, pandemi Covid-19 juga berdampak bagi pengusaha yang mengalami kesulitan karena permintaan menurun dan terbatasnya bahan baku sehingga berdampak pada kelangsungan usahanya.
Kemenaker mengatakan perubahan KHL perlu tetap memperhatikan kesejahteraan dan perlindungan pekerja/buruh. "Karena itu, diperlukan pemahaman seluruh pihak terhadap kondisi yang terjadi agar terjalinnya sinergitas seluruh pihak sehingga kita dapat melewati masa sulit ini (pandemi Covid-19) dengan baik," kata dia.
Untuk menyamakan persepsi dan pemahaman tersebut, Haiyani mengatakan Kemenaker menggelar dialog Dewan Pengupahan se-Indonesia tentang hasil peninjauan komponen dan jenis KHL di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang tidak diharapkan. "Diharapkan dialog ini akan memberikan manfaat dalam pengembangan pengupahan ke depan yang adil dan berdaya saing dalam menyatukan perspektif dan langkah untuk menghadapi kebijakan besar saat ini, yaitu kebijakan Cipta Kerja," katanya.
Haiyani mengatakan Pasal 43 Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP Pengupahan) mengamanatkan peninjauan Komponen dan Jenis KHL dalam jangka waktu 5 (lima) tahun melalui penetapan Menaker dengan mempertimbangkan rekomendasi Dewan Pengupahan Nasional (Depenas). Depenas telah menyelesaikan kajian peninjauan Komponen dan Jenis KHL pada bulan Oktober 2019 sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (4) Permenaker No. 21 Tahun 2016.
Ia mengatakan PP Pengupahan juga telah mengamanatkan penggunaan data BPS atau informasi harga dari berbagai survei yang dilakukan BPS dalam menghitung nilai KHL hasil peninjauan. Untuk selanjutnya, perhitungan nilai KHL akan dilakukan oleh Dewan Pengupahan Daerah guna penetapan Upah Minimum tahun 2021.
Direktur Pengupahan Kemenaker, Dinar Titus Jogaswitani, mengatakan dialog dengan dewan pengupahan ini untuk menginformasikan atau menyosialisasikan hasil peninjauan komponen dan jenis KHL yang diamanahkan oleh PP Pengupahan, yakni setiap komponen dan KHL harus ditinjau kembali. "Kenapa setiap 5 tahun sekali? Karena pola konsumsi masyarakat setiap 5 tahun sekali dirubah. Misalnya apakah kebutuhan beras, gula atau baju tetap sama atau turun 5 tahun lalu dengan sekarang," ujar Dinar.
Setelah dikaji dewan pengupahan dan direkomendasikan ke Menaker, keluar Permenaker Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang KHL. Dari Permenaker tersebut, komponen KHL yang semula terdiri dari 60 jenis, kini berubah menjadi 64 jenis, yang menjadi acuan KHL tahun 2020. Acuan itu dijadikan sebagai salah satu formula penentuan upah di tahun 2021 mendatang.
"Ada KHL yang bertambah, berubah dan ada yang diperbaiki. Di antaranya penambahan televisi, pulsa dan lainnya," katanya.
Dinar menambahkan, Permenaker ini disosialisasikan ke anggota dewan pengupahan provinsi, kabupaten/kota. Namun, kondisi pandemi Covid-19 ini, peserta sosialisasi dikurangi dari 34 provinsi.
Dialog Dewan Pengupahan dihadiri Wakil Ketua Depenas Adi Mahfudz (unsur pengusaha) dan Sunardi (unsur serikat pekerja/serikat buruh), serta diikuti 68 peserta dari Dewan Pengupahan Provinsi Seluruh Indonesia. Sebanyak 15 peserta dari unsur pemerintah, 18 peserta unsur pengusaha, 31 peserta dari SP/SB, serta 2 peserta dari Akademisi.