Selasa 20 Oct 2020 09:21 WIB

Peneliti: Dorong Digitalisasi dengan Permudah Perizinan UMKM

Banyak pelaku UMKM menanggap proses perizinan saat ini terlalu rumit.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Siti Alifah Dina menyatakan kebijakan yang ada perlu terus untuk mendorong digitalisasi. Selain itu, perlu juga diselaraskan dengan upaya untuk mempermudah perizinan daring bagi UMKM.
Foto: Prasetia Fauzani/ANTARA
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Siti Alifah Dina menyatakan kebijakan yang ada perlu terus untuk mendorong digitalisasi. Selain itu, perlu juga diselaraskan dengan upaya untuk mempermudah perizinan daring bagi UMKM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Siti Alifah Dina menyatakan kebijakan yang ada perlu terus untuk mendorong digitalisasi. Selain itu, perlu juga diselaraskan dengan upaya untuk mempermudah perizinan daring bagi UMKM.

"Untuk mendorong digitalisasi, Kementerian Perdagangan dapat mempertimbangkan pengecualian pemberlakuan izin perdagangan daring khusus untuk usaha mikro dan kecil atau setidaknya menunda setelah pandemi dapat diatasi di tahun depan," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (20/10).

Baca Juga

Ia mengingatkan, laporan IFC menyebutkan 33 persen pelaku usaha mikro dan kecil menganggap bahwa proses perizinan terlalu rumit. Sedangkan 27 persen pelaku usaha mikro dan kecil menyebutkan bahwa mereka tidak melihat adanya manfaat dari perizinan.

Padahal, perluasan pasar bagi pelaku UMKM dapat menjadi alternatif solusi untuk usaha mikro yang berkelanjutan khususnya di masa pandemi.

Dina memaparkan, studi dari Universitas Indonesia menjelaskan bahwa pandemi merupakan alasan utama pelaku UMKM untuk masuk ke dunia digital. "Di saat yang bersamaan, prospek konsumen digital juga turut meningkat dilihat dari peningkatan penggunaan aplikasi belanja online atau dalam jaringan (daring) sebesar 42 persen menurut infografis BPS," paparnya.

Dina menjelaskan beberapa komitmen pemerintah untuk mendukung UMKM, khususnya usaha mikro dan kecil, selain melalui penyederhanaan perizinan dalam RUU Cipta Kerja meliputi juga antara lain kemudahan akses pembiayaan melalui jaminan kredit program dan ketersediaan Dana Alokasi Khusus atau DAK.

Kemudian, lanjutnya, penyediaan layanan pendampingan hukum, kepastian pasar minimal 40 persen produk usaha mikro dan kecil dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, dapat diberikan insentif pajak penghasilan untuk sektor tertentu, dan diberikan pelatihan dan pendampingan pemanfaatan sistem atau aplikasi pencatatan keuangan.

Sebagaimana diwartakan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat pengajuan Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk usaha mikro tercatat 170.152 atau setara 86 persen dari 197.322 NIB yang diterbitkan melalui sistem Online Single Submission (OSS) sepanjang September 2020.

Juru Bicara BKPM Tina Talisa menyampaikan pesatnya pengajuan NIB pengusaha skala mikro di masa pandemi adalah bentuk kekuatan perekonomian Indonesia yang 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) ditopang oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Tingginya pengajuan NIB sepanjang September itu kembali memecahkan rekor pencapaian tertinggi sepanjang 2020 setelah pada Agustus terjadi lonjakan pengajuan NIB usaha mikro yang mencapai 104.240 NIB, meningkat 114 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Jumlah NIB tersebut mencapai 82 persen dari total seluruh pengajuan sebesar 126.878 NIB di bulan Agustus 2020.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement