Rabu 21 Oct 2020 04:43 WIB

Bisnis Logistik Diperkirakan Baru Kembali Bangkit pada 2022

Sektor logistik tumbuh minus 30,84 persen akibat Covid-19.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Asosiasi Logistik dan Forwader Indonesia (ALFI) menyatakan, penurunan di sektor logistik terasa di kala pandemi. Data ALFI menyebutkan, sektor logistik tumbuh minus 30,84 persen akibat Covid-19.
Foto: istimewa
Asosiasi Logistik dan Forwader Indonesia (ALFI) menyatakan, penurunan di sektor logistik terasa di kala pandemi. Data ALFI menyebutkan, sektor logistik tumbuh minus 30,84 persen akibat Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Logistik dan Forwader Indonesia (ALFI) menyatakan, penurunan di sektor logistik terasa di kala pandemi. Data ALFI menyebutkan, sektor logistik tumbuh minus 30,84 persen akibat Covid-19.

Ketua Umum ALFI Yukki Hanafi menilai, sektor logistik baru akan kembali rebound pada 2022 untuk domestik. "Untuk logistik internasional diperkirakan baru pada 2024," ujarnya dalam event The 2nd MarkPlus Industry Roundtable Logistics Industry Perspective pada Selasa (20/10).

Waktu lama diperlukan, sebab kata dia, industri logistik sangat terdampak selama pandemi, terutama sektor logistik udara. Pengiriman barang lewat udara tersebut turun mencapai 80,23 persen. 

Pengiriman barang ke luar negeri juga terganjal oleh kebijakan karantina wilayah atau lockdown berbeda-beda di setiap negara. "Kondisi logistik udara tersebut tentu saja mempengaruhi pertumbuhan secara keseluruhan," ujarnya. 

Ia memprediksi, baru pada 2021 akan masuk proses pemulihan, lalu normal pada 2022 untuk pasar domestik. Selanjutnya, dengan segala komplikasinya, sektor logistik internasional baru akan normal dua tahun kemudian. 

"Ini juga terkait industri pariwisata yang diklaim akan mulai kembali normal kurang lebih pada periode sama," kata Yukki. 

Maka, lanjutnya, salah satu solusi terdekat yakni menyasar pasar Asia Tenggara. Hal Ini harus coba dilakukan para pemain nasional, mengingat pada 2025 akan ada skema borderless atau tanpa garis batas di antara negara-negara Asia Tenggara, sehingga pasarnya semakin terbuka tapi juga kompetitif.

"Pekerjaan rumah yang harus dibenahi kalau mau ekspansi dan bersaing itu seperti perbaikan bagaimana promosi layanan. Perbaikan packaging juga mutlak dilakukan karena setelah dianalisis, itulah salah satu kelemahan kita. Itu yang harus diperbaiki, termasuk dukungan penuh pemerintah, serta tentu saja digitalisasi," jelas Yukki. 

Walau secara industri menurun, namun ada pula sektor logistik ritel yang mengalami pertumbuhan. Misalnya SiCepat Ekspress, perusahaan logistik itu justru tumbuh saat pandemi. 

Menurut Chief Marketing Officer SiCepat Ekspress Wiwin Dewi Herawati, hal itu terjadi karena ada peningkatan belanja e-commerce masyarakat. Ia menambahkan, SiCepat dipilih konsumen karena faktor harga pengiriman sangat bersaing dibanding kompetitor. 

"Seperti layanan SiCepat Halu dengan harga pengiriman Rp 5.000 saja. Konsumen menyambut baik karena bisa digunakan untuk produk kecil dan harganya tidak mahal. Sehingga layanan tersebut laris digunakan oleh konsumen yang belanja kebutuhan ritel dengan harga relatif murah dan barangnya kecil. Pengaruh kepada bisnis kami juga cukup besar," jelas dia pada kesempatan serupa.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement