REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) optimistis UU Omnibus Law dapat menciptakan lapangan kerja baru seluas-luasnya. Mereka berpendapat bahwa pemerintah saat ini tengah berupaya meningkatkan perekonomian dan investasi.
"Banyak orang berpandangan UU Cipta Kerja ini merugikan. Padahal ini menciptakan lapangan pekerjaan baru seluas-luasnya," kata Ketua Umum BPP Hipmi Mardani Maming dalam keterangan, Selasa (20/10).
Dia mengatakan, Omnibus Law saat ini dikritik sejumlah kelompok mulai dari aktivis lingkungan hingga serikat buruh. Kendati, dia menilai bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah berada di jalur yang benar untuk meningkatkan investasi.
Dia mengungkapkan, poin penting lainnya dalam UU Ciptakerja yakni diupayakannya jaminan yang lebih baik tentang pekerjaan, jaminan pendapatan yang lebih baik dan jaminan lebih baik di bidang sosial. Lanjutnya, UU Ciptaker juga membuka kesempatan yang luar biasa bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta koperasi.
Mardani mengatakan, produk hukum tersebut membuat pengurusan perizinan panjang yang dan berbelit menjadi ringkas. Dia mengungkapkan bahwa saat ini masyarakat dapat mengurus izin melalui satu pintu saja.
"Jadi jangan buru-buru komplain berlebihan padahal belum memahami penuh isi dan substansi dari versi terakhir UU Cipta Kerja ini," kata Mardani.
Seperti diketahui, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ciptaker menjadi undang-undang. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Masa Sidang IV tahun sidang 2020-2021 yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10) sore.
Kebijakan tersebut lantas mendorong aksi massa menolak pengesahan Omnibus Law terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Tidak sedikit demonstrasi yang terjadi berakhir ricuh antara massa dan dan petugas hingga terjadi perusakan fasilitas publik.
Presiden Joko Widodo mempersilakan jika ada pihak yang tidak puas dengan UU Cipta Kerja untuk menempuh jalur konstitusi. Bekas gubernur DKI Jakarta ini memberi peluang agar penentang UU Ciptaker mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).