REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Sepintas gagasan pluralisme agama tampak menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Namun, pada dasarnya paham itu bersifat intoleran dan memuat problem metodologis dan epistemologis yang serius.
Menurut Anis Malik Thoha dalam Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, paham tersebut sedikitnya memiliki empat karakteristik, yakni (1) humanisme sekular; (2) teologi global yakni seperti digagas sosiolog Amerika Serikat, Robert N Bellah, agama sipil; (3) sinkretisme; dan (4) filsafat perenial. Muara dari semua itu adalah bahwa ada legitimasi yang sama pada semua agama.
Tidak ada superioritas satu agama atas agama-agama lain. Pluralisme agama bukanlah pluralitas agama-agama. Yang pertama itu memuat pandangan yang sepihak bahwa kebenaran setiap agama bersifat relatif.
Sementara, yang kedua semata-mata fakta bahwa di atas muka bumi ini ada beraneka agama dengan masing-masing pemeluknya. Islam menerima fakta keberagaman tersebut sebagai bukti kekuasaan Allah SWT, sebagaimana antara lain dimaksudkan Alquran surat al-Maidah ayat 48: