Rabu 21 Oct 2020 11:56 WIB

Kabar Baik dari Uji Klinis Vaksin Sinovac di Brazil

Uji coba vaksin Covid-19 Sinovac di Indonesia juga sejauh ini aman.

Vaksin untuk COVID-19 ditampilkan selama kunjungan ke pabrik vaksin SinoVac di Beijing, Kamis (24/9). SinoVac, salah satu perusahaan farmasi China yang memproduksi kandidat vaksin COVID-19. Perusahaan farmasi terkemuka tersebut mengatakan vaksinnya akan siap pada awal 2021 untuk distribusi di seluruh dunia. AP Photo / Ng Han GuanGaleri Foto
Foto: AP Photo / Ng Han Guan
Vaksin untuk COVID-19 ditampilkan selama kunjungan ke pabrik vaksin SinoVac di Beijing, Kamis (24/9). SinoVac, salah satu perusahaan farmasi China yang memproduksi kandidat vaksin COVID-19. Perusahaan farmasi terkemuka tersebut mengatakan vaksinnya akan siap pada awal 2021 untuk distribusi di seluruh dunia. AP Photo / Ng Han GuanGaleri Foto

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Indira Rezkisari, Antara

Brazil telah mengumumkan uji klinis vaksin Covid-19 produksi Sinovac dari China aman. Bahkan, Pemerintah Brazil akan memasukkan vaksin Covid-19 produksi Sinovac dalam program imunisasi nasionalnya. Selain itu Brazil sedang menunggu vaksin lain yang dikembangkan oleh AstraZeneca dan Universitas Oxford.

Baca Juga

Setelah pertemuan dengan Kementerian Kesehatan Brazil, Selasa (20/10), Gubernur Sao Paulo Joao Doria mengatakan bahwa pemerintah federal telah setuju untuk membeli 46 juta dosis vaksin Sinovac. Pemerintah federal telah memiliki rencana untuk membeli vaksin Inggris itu dan memproduksinya di pusat penelitian biomedis FioCruz di Rio de Janeiro, sementara vaksin China sedang diuji oleh pusat penelitian Institut Butantan negara bagian Sao Paulo.

Ini berarti vaksin China eksperimental yang disebut Coronavac diharapkan dapat disuntikkan ke penduduk Sao Paulo, kawasan terbesar di Brazil. Selain itu, vaksin itu dapat digunakan untuk memvaksinasi warga Brazil di negara bagian lain. Hal ini menjadi kesuksesan besar bagi Sinovac di negara berpenduduk 230 juta jiwa itu.

Menurut Doria, program vaksinasi nasional dapat dimulai pada Januari 2021. Bila terjadi, vaksinasi di awal tahun depan dapat menjadikannya salah satu upaya imunisasi pertama di dunia untuk melawan virus corona.

Institut Butantan mengatakan pada Senin (19/10) hasil awal dari uji klinis tahap akhir CoronaVac terhadap 9.000 sukarelawan telah membuktikan vaksin China yang terdiri dari dua dosis itu aman. Direktur Butantan Dimas Covas mengatakan data tentang seberapa efektif vaksin itu tidak akan dirilis sampai uji coba selesai.

Hasil tersebut masih permulaan dan peneliti akan terus memantau peserta dalam uji coba yang sedang berlangsung, kata Covas. Ini adalah rangkaian hasil uji coba fase 3 global Sinovac yang pertama, yang juga dilakukan di Turki dan Indonesia.

Pemerintah Sao Paulo telah meminta otoritas kesehatan untuk menyetujui penggunaan CoronaVac, sebuah langkah besar dalam apa yang bisa menjadi salah satu program vaksinasi pertama di Benua Amerika, dikutip dari Reuters, Rabu (21/10).

Dilansir dari South China Morning Post, Sinovac membutuhkan membutuhkan Brazil sebagai tempat uji klinis vaksinnya. Alasannya, Brazil adalah salah satu negara paling terdampak Covid-19. Meski saat ini kurva agaknya sudah melandai di Brazil yang memiliki 5,27 juta kasus positif Covid-19. Brazil adalah negara ketiga dengan kasus terbanyak di bawah Amerika Serikat dan India.

Selain Sinovac sejumlah perusahaan vaksin lain juga sedang memasuki masa uji klinis tahap akhir. Seperti AstraZeneca dan Kampus Oxford di Inggris.

Sedang Pfizer telah mengatakan bisa memberikan analisa awal uji klinisnya bulan ini. Moderna mungkin mengumumkan hasil uji klinisnya November.

Dari Rusia, Gamaleya Institute diperkirakan juga akan menyampaikan analisa uji klinis vaksinnya bulan depan. Kandidat pembuat vaksin lainnya seperti AstraZeneca dan Johnson & Johnson sempat menghentikan uji klinisnya di Amerika akibat masalah keselamatan.

Masalah efek samping memang menjadi perhatian karena vaksin Covid-19 belum pernah diberikan ke manusia sebelumnya. Pemerintah Meksiko nantinya akan membayar untuk menutupi semua kewajiban yang timbul jika terdapat efek samping tak terduga dari vaksin Covid-19. Meskipun sejumlah kandidat vaksin berhasil melewati berbagai tahap uji klinis, hingga kini tidak ada kepastian siapa yang menanggung tagihan jika penduduk di negara miskin jatuh sakit setelah divaksin.

"Jika kemungkinan itu muncul, dana ini dapat diperoleh dari kementerian keuangan," kata Martha Delgado, wakil menteri luar negeri yang bertanggung jawab atas tanggapan internasional Meksiko terhadap pandemi, kepada Reuters dalam sebuah wawancara.

"Ada beberapa tingkat risiko dan kami harus menanggungnya," ia menambahkan dan mencatat bahwa tidak ada dana khusus yang direncanakan.

Meksiko percaya potensi efek samping kemungkinan akan ditemukan selama uji coba vaksin dan oleh otoritas kesehatan. "Saya tidak percaya WHO dan seluruh jaringan asosiasinya akan meluncurkan (vaksin) dan menyediakan bagi lebih dari 100 negara sesuatu yang dipertanyakan dari sudut pandang keselamatan atau tanggung jawab," ujar Delgado.

Menurut dokumen rahasia yang ditinjau oleh Reuters dan enam orang yang mengetahui masalah tersebut, WHO telah membiarkan masalah tanggung jawab keuangan tidak terselesaikan, untuk memastikan bahwa suntikan vaksin didistribusikan secara adil. Delgado berpendapat biaya risiko jika terjadi efek samping tidak sebanding dengan risiko jika Meksiko tidak berpartisipasi dalam kesepakatan COVAX.

COVAX adalah suatu fasilitas global vaksin Covid-19 yang dipimpin WHO. Sebanyak 92 negara miskin memenuhi syarat untuk mengakses vaksin dengan biaya lebih rendah atau tanpa biaya hingga akhir 2021

Pemerintah ingin memvaksinasi hampir semua penduduk Meksiko pada akhir 2021 setelah mencapai kesepakatan dengan perusahaan farmasi Pfizer, AstraZeneca, dan CanSino, ditambah dengan COVAX. Delgado mengharapkan dosis vaksin pertama datang dari perusahaan farmasi yang telah menjanjikan pengiriman paling awal. COVAX belum berkomitmen pada tanggal tertentu, sementara Pfizer telah menawarkan untuk mulai mengirimkan paling cepat Desember.

Delgado berharap vaksinasi dapat dimulai pada April 2021 tetapi sekarang percaya prosesnya bisa lebih cepat.

"Skenario terburuk untuk Meksiko adalah tetangga kami (Amerika Serikat) melakukan kampanye vaksinasi empat bulan sebelum Meksiko, dan ada masalah perbatasan tertutup karena di Meksiko tidak ada kampanye vaksinasi," kata Delgado.

"Kami harus menyelaraskan proses ini secara regional. Jika kami mulai menerima vaksin pada bulan Desember, mungkin kami dapat memulai kampanye vaksinasi pada bulan Januari atau Februari," ia menambahkan.

Uji di Indonesia

Indonesia juga merupakan salah satu negara yang sedang menjalani uji klinis tahap vaksin Sinovac. Uji klinis akan dipantau selama enam bulan sejak vaksin pertama kali disuntikkan ke relawan.

"Sejauh ini berjalan baik, aman, dan tidak ada reaksi termasuk alergi. Sekarang belum ada yang sakit," ujar Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Universitas Padjadjaran (Unpad) Kusnandi Rusmil saat dihubungi Republika, Ahad (18/10).

Dia mengatakan, 1.620 relawan vaksin Covid-19 belum mengalami kendala yang berarti. Para relawan ini dijadwalkan mendapatkan dua kali suntikan vaksin ini. Pihaknya mencatat, relawan yang sudah mendapatkan dua kali injeksi vaksin sekitar 600 orang dan perkembangannya diikuti sejak mereka pertama kali mendapatkan suntikan pada 11 Agustus 2020 lalu.

Dikatakan dia, semua relawan diharapkan selesai mendapatkan dua kali suntikan dalam dua bulan mendatang. Kemudian, perkembangan para relawan akan diikuti selama enam bulan semenjak mendapatkan ķinjeksi pertama.

Ia menyebutkan WHO mensyaratkan 80 persen dari total penduduk Indonesia harus divaksin untuk mendapatkan kekebalan kelompok atau herd immunity, sedangkan 20 persen sisanya belum mendapatkan vaksin. Padahal, dia menambahkan, jumlah penduduk Indonesia sekitar 270 juta dan per orang harus mendapatkan dua kali suntikan.  "Artinya butuh lebih dari 500 juta dosis dan butuh waktu berapa lama," ujarnya.

Pekan lalu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut uji coba vaksin Covid-19 yang dilakukan di Indonesua berjalan lancar. BPOM melihat uji klinis tidak menunjukkan ada efek samping serius.

"Sejauh ini dari hasil inspeksi kami tidak ada laporan kejadian efek samping yang serius akibat pemberian vaksin uji tersebut," kata Direktur Registrasi Obat BPOM Lucia Rizka Andalusia dalam jumpa pers daringnya, Kamis (15/10).

Terhadap efek samping obat, Lucia mengatakan BPOM juga melakukan evaluasi pelaporan farmakovigilans (efek samping obat). Selain itu, lanjut dia, BPOM juga mengawasi realisasi importasi impor, produksi dan distribusi obat secara berkala.

BPOM, kata dia, sangat berhati-hati dalam melakukan percepatan perizinan vaksin Covid-19. Tiga calon vaksin Covid-19 yaitu Cansino, G42/Sinopharm dan Sinovac sudah mendapatkan Otorisasi Penggunaan Darurat (EUA) dari China.

"Terhadap produk yang telah mendapatkan EUA, BPOM berkeseinambungan melakukan pengawasan terhadap penyaluran dan peredaran sejak masuk dari luar negeri untuk obat atau vaksin yang diimpor serta proses produksi di industri farmasi untuk obat dan vaksin yang diproduksi di Indonesia serta distribusi oleh pedagang besar farmasi dan pendistribusian di sarana pelayanan kefarmasian," katanya.

photo
Vaksin Covid-19 - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement