REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Rektor Indonesia (FRI) menyatakan siap melakukan kajian UU Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR RI. Pernyataan tersebut disampaikan Ketua FRI, Prof Arif Satria, usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta pada Senin (19/10).
Pada pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih satu jam tersebut, Pemerintah melalui Menteri Sekretaris Negara Prof. Dr. Pratikno juga menyerahkan salinan naskah UU Cipta Kerja kepada Ketua FRI Prof Arif Satria, disaksikan Presiden RI Joko Widodo, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan delegasi FRI yang terdiri dari para rektor. Mereka adalah Prof Panut Mulyono (rektor Universitas Gadjah Mada), Prof Garuda Wiko (rektor Universitas Tanjung Pura), Dr HM Nasrullah Yusuf (rektor Universitas Teknokrat Indonesia), Dr Eduart Wolok (rektor Universitas Negeri Gorontalo), dan Prof. Akhmaloka (rektor Universitas Pertamina).
Dalam pertemuan ini, FRI menyampaikan sikap terkait situasi nasional pasca disahkannya UU Cipta Kerja, dan mengapresiasi langkah pemerintah yang telah membuka diri untuk menerima masukan dari berbagai pemangku kepentingan. ”Bapak Presiden telah menyampaikan pentingnya UU Cipta Kerja, dan berharap FRI bisa mengkaji dan memberi masukan bila ada pasal-pasal yang memang perlu dicermati dampaknya. Presiden mendengarkan secara serius apa yang menjadi aspirasi FRI. Ini menunjukkan sikap terbuka dari Bapak Presiden,” ujar Ketua FRI Arif Satria yang juga Rektor IPB University dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Menurut Arif, presiden menekankan bahwa UU Cipta Kerja juga diperlukan untuk memperlancar investasi UMKM dan koperasi. Namun UU ini sering disalahpahami seolah-olah hanya untuk investasi asing.
Ia menambahkan, dialog ini juga membahas keruwetan investasi di Indonesia. Berdasarkan Laporan Global Business Complexity Index Rankings 2020 , Indonesia berada di posisi pertama. Artinya, Indonesia dianggap tempat paling sulit untuk investasi dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Brasil, China, dan Malaysia. “Nah, UU Cipta Kerja ini diharapkan bisa mengatasi masalah ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, FRI memahami bahwa investasi diperlukan untuk memperluas lapangan kerja dan karena itu memang diperlukan terobosan hukum yang memberikan iklim lebih kondusif. “Namun, FRI juga memandang perlunya penyempurnaan sosialisasi dan manajemen komunikasi sehingga maksud baik pemerintah dapat dipahami publik. FRI juga berharap berbagai perbedaan pendapat hendaknya disampaikan melalui jalur-jalur yang konstitusional,” tuturnya.
Adapun soal substansi isi UU Cipta Kerja, FRI akan memberikan catatan setelah kajian selesai. “Dalam waktu dekat FRI akan melakukan serial FGD yang melibatkan para pemangku kepentingan untuk membahas UU Cipta Kerja tersebut dan hasilnya akan menjadi bahan masukan FRI kepada Pemerintah dan DPR RI,” kata Prof Arif Satria.