REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurangan mobilitas penduduk selama pandemi ditengarai efektif menurunkan kasus dan angka kematian akibat Covid-19. Satgas Penanganan Covid-19 mendorong pengurangan pergerakan penduduk ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi libur panjang pada 28 Oktober sampai 1 November 2020 mendatang.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito pun mengutip hasil penelitian oleh Zhou, et Al (2020), yang menyebutkan bahwa pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 20 persen dapat melandaikan kurva kasus sebanyak 33 persen, serta menunda kemunculan puncak kasus selama dua pekan.
Selanjutnya, pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 40 persen, dapat melandaikan kurva kasus Covid-19 sebanyak 66 persen dan menunda kemunculan puncak kasus selama 4 minggu. Lebih tinggi lagi, pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 60 persen dapat melandaikan kurva kasus sebanyak 91 persen dan menunda kemunculan kasus selama 14 pekan.
Sedangkan studi lainnya dari Yilmazkuday tahun 2020, dengan data yang dihimpun dari 130 negara, menyebutkan bahwa satu persen saja peningkatan masyarakat yang berdiam di rumah akan mengurangi 70 kasus dan 7 kematian mingguan. Bahkan, 1 persen pengurangan mobilitas masyarakat menggunakan transportasi umum baik di terminal bus, stasiun kereta atau bandara, akan mengurangi 33 kasus dan 4 kematian mingguan.
Selain itu, satu persen pengurangan kunjungan masyarakat ke retail (pusat perbelanjaan) maupun tempat rekreasi, juga akan mengurangi 25 kasus dan 3 kematian mingguan. Begitu juga apabila terjadi pengurangan satu persen ke tempat kerja atau work from office, akan mengurangi 18 kasus dan 2 kematian mingguan.
"Bisa kita bayangkan berapa banyak nyawa yang bisa kita lindungi dengan pengurangan kunjungan seperti tadi," ujarnya.
Wiku pun mendesak pemerintah daerah dan masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam menjalankan protokol kesehatan secara disiplin untuk mengantisipasi penularan pada masa libur panjang ini.
Satgas juga meminta pemerintah daerah meliburkan car free day selama libur panjang akhir Oktober mendatang. Liburnya CFD diharapkan bisa mengurangi pergerakan manusia selama 'long weekend' pada 28 Oktober sampai 1 November mendatang.
"Pemda diharapkan meniadakan Car Free Day dan menutup sarana olahraga massal, seperti stadion, pusat kebugaran, dan kolam renang. Lebih baik olahraga sendiri di lingkungan rumah," ujar Wiku.
Selain CFD, satgas juga mengingatkan pemda untuk mengantisipasi munculnya kerumunan massa akibat kegiatan sosial, politik, budaya, dan keagamaan selama libur panjang. Wiku menyarankan agar masyarakat tidak membuat perayaan kagamaan yang mengundang banyak orang.
Jika terpaksa dilakukan, ujar Wiku, maka kapasitas kehadiran tidak boleh lebih dari 50 persen untuk acara di dalam ruangan. Khusus untuk kegiatan politik, KPU dan aparat diminta aktif mengantisipasi terjadinya kerumunan massa peserta dan pendukung peserta pilkada. "Terutama jika ada konflik penetapan DPT," katanya.
Selanjutnya, kementerian/lembaga serta pemda juga diminta melakukan antisipasi kerumunan akibat aktivitas ekonomi masyarakat. Kementerian terkait pun diminta memastikan protokol kesehatan berjalan ketat oleh penumpang di terminal bus, pelabuhan, atau bandara.
"Ketika di dalam moda atau ketika turun dari armada. Pengelola gedung swalayan, mal, dan pasar tradisional harus adakan sosialisasi dan pengawasan yang dibantu satpol PP kepada pedagang dan penyewa kios saat melakukan transaksi," katanya.
Dinas pariwisata di daerah juga diminta aktif bersama Satpol PP untuk melakukan pengawasan protokol kesehatan di lokasi-lokasi wisata.
Antisipasi selanjutnya yang disampaikan Wiku adalah kerumunan di level keluarga. Libur panjang diprediksi akan meningkatkan pergerakan keluarga yang berkunjung ke keluarga lain. Namun ia meminta, sebisa mungkin tunda acara keluarga yang tidak terlalu penting.
"Serta batasi arus keluar masuk, termasuk keluarga, baik ke sekolah asrama atau lapas. Dan manfaatkan media komunikasi daring," katanya.
Terakhir, Wiku meminta pemda mengantisipasi potensi munculnya kerumunan akibat bencana alam. Mengingat curah hujan mulai meningkat, risiko bencana hidrometeorologi memang ikut bertambah.
Wiku meminta pemda menghindari penggunaan tenda sebagai lokasi pengungsian. Pengungsian, ujarnya, lebih baik memanfaatkan fasilitas penginapan atau gedung/bangunan/rumah yang masih tersedia. "Dan yang jelas hindari kerumunan," katanya.