REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, memberi rekomendasi agar daerah yang belum terjangkau aparat pertahanan keamanan organik di Papua untuk dilengkapi. Menurut Mahfud, itu merupakan permintaan dari rakyat Papua.
"Sejalan dengan temuan-temuan ini, Menko Polhukam merekomendasikan agar daerah daerah yang masih kosong dari aparat pertahanan keamanan organik, supaya segera dilengkapi," ujar Mahfud saat konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (21/10).
Mahfud menyampaikan, berdasarkan fakta yang ditemukan di lapangan, daerah Papua sangat luas dan memiliki medan yang sulit. Itu salah satu penyebab ada beberpa daerah yang belum terjangkau pengamanan aparat keamanan organik.
Hal tersebut juga sudah pernah disampaikan oleh Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) kepada presiden dan disetujui. "Ada beberapa daerah yang masih kosong dirangkap. Misalnya Polres ini merangkap di sana, di sana. Koramil ini merangkap di sana, di sana," kata dia.
Selain itu, Mahfud juga menyampaikan, hal itu merupakan permintaan rakyat Papua. Menurut Mahfud, rakyat Papua menginginkan kehadiran aparat keamanan di daerahnya untuk menjaga kondusifitas daerah tersebut.
Sementara itu, pihak-pihak yang menginginkan aparat TNI-Polri ditarik dari Papua ia sebut merupakan kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB). "Jadi tak ada yang menolak kecuali KKB, KKSB. Kalau rakyatnya sendiri kan justru malah minta. Agar ada perlindungan yang mengamankan mereka," terang Mahfud.
Di samping itu, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya menemukan dugaan keterlibatan aparat keamaman dalam peristiwa terbunuhnya Pendeta Yeremia Zanambani. Itu didapatkan dari informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim investigasi lapangan dalam kurang lebih dua pekan terakhir.
"Mengenai terbunuhnya Pendeta Yeremia Zanambani pada tanggal 19 September 2020, informasi dan fakta-fakta yang didapatkan tim di lapangan menunjukkan dugaan keterlibatan oknum aparat," ujar Mahfud.
Masih terkait peristiwa tersebut, Mahfud menyampaikan, ada juga kemungkinan pembuhan itu dilakukan oleh pihak ketiga, dalam hal ini KKSB. Dia mengatakan, ada teori konspirasi yang menyebut KKSB sengaja melakukan pembunuhan untuk kemudian ditudingkan kepada aparat keamanan.
Dalam laporan TGPF Intan Jaya itu juga disebutkan adanya keterlibatan KKSB dalam kejadian penembakan lain yang menewaskan dua aparat keamanan. Mahfud menerangkan, KKSB diduga terlibat peristiwa dalam peristiwa pem unuhan Serka Sahlan pada 17 September 2020 dan Pratu Dwi Akbar Utomo pada 19 September 2020.
"Demikian pula terbunuhnya seorang warga sipil atas nama Badawi pada tanggal 17 September 2020," kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu.